JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan banyaknya nomor identitas yang dimiliki warga negara Indonesia dengan sistem yang belum terintegrasi menjadikan data tidak mudah untuk dianalisis.
Padahal, menurut Menkeu data yang terintegrasi akan bermanfaat untuk mengidentifikasi transaksi, aset, dan keterangan lain terkait wajib pajak.
“Saat ini penduduk Indonesia memiliki 40 nomor identitas. Nomor identitas itu memiliki sistem sendiri-sendiri, tersebar di berbagai lembaga atau instansi,” ujarnya seperti yang dikutip dari laman resmi Kemenkeu, Minggu, 30 Mei.
Menkeu menambahkan, melalui data dan sistem yang semakin lengkap maka akan analisa yang dihasilkan semakin akurat, baik yang sifatnya prediktif maupun perspektif, untuk membuat proyeksi dan membuat rekomendasi kebijakan.
“Selain di bidang perpajakan, sistem data yang terintegrasi akan memudahkan pemerintah untuk memberikan bantuan sosial, subsidi, atau intervensi lainnya,” kata dia.
Oleh karena itu, Kementerian Keuangan berkomitmen untuk membangun sebuah sistem data yang terintegrasi. Upaya tersebut sejalan dengan inisiatif pemerintah pada program Satu Data Indonesia yang diatur pada Peraturan Presiden nomor 39 Tahun 2019, sistem akan menggunakan common identifier.
“Saat ini sambil terus membangun pondasi, DJP (Direktorat Jenderal Pajak) melakukan integrasi data perpajakan dengan melakukan matching dari NIK dengan NPWP,” tuturnya.
Sehingga, sambung Menkeu, dengan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2012, DJP memiliki kewenangan untuk mendapatkan data dan informasi dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lainnya (ILAP).
BACA JUGA:
Adapun, total 80 negara, 69 instansi, dengan 337 jenis data yang meliputi data transaksi, data identitas, data perijinan, dan data yang sifatnya nontransaksional diperoleh dan digunakan DJP untuk menggali potensi perpajakan, membangun basis data, dan analisa potensi dan risiko.
“Di sinilah kemudian DJP masih menghadapi tantangan khususnya saat melakukan data matching,” tegas dia.
Sebagai informasi, pendapatan negara hingga 30 April 2021 tercatat sebesar Rp585 triliun atau 33,5 persen dari pagu anggaran dalam APBN 2021 yang sebesar Rp1.743 triliun.
Capaian dalam empat bulan pertama tahun ini diketahui tumbuh 6,5 persen dari periode yang sama 2020 yang sebesar Rp549,4 triliun.
Secara terperinci, pendapatan negara pada sepanjang tahun ini disokong oleh penerimaan pajak Rp374,9 triliun, kepabeanan dan cukai Rp78,7 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp131,3 triliun dan hibah yang sebesar Rp100 miliar.