Bagikan:

JAKARTA - Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan konsumsi rumah tangga yang minus 2,23 ini harus menjadi perhatian. Sebab, program bantuan sosial yang menghabiskan anggaran hingga Rp47 triliun tidak tidak mampu mendongkrak konsumsi masyarakat.

Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) meliris data pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I 2021. Ekonomi Indonesia masih mengalami kontraksi sebesar minus 0,74 persen. Komponen penyumbang terbesar adalah konsumsi rumah tangga 2,23 persen.

"Perlindungan sosial sebagai bentuk stimulus untuk mendorong konsumsi dari sisi ekonomi, namun anehnya kenapa tidak berdampak besar? Padahal dia sudah paling besar persentasenya itu 31,76 persen, (anggarannya) Rp47,92 triliun. Tentunya ini harus dievaluasi kembali," tuturnya dalam diskusi virtual, dikutip Kamis, 6 Mei.

Menurut Tauhid, evaluasi yang dimaksud adalah melihat kembali apakah memang program bantuan sosial ini tidak ada perubahan yang mendasar terhadap target sasaran. Apalagi, sebelumnya Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan punya kendala dalam hal data penerima bantuan sosial.

"Yang kita tahu kemarin disampaikan oleh menteri sosial punya masalah besar di data target sasaran yang sudah berubah datanya," tuturnya.

Selain itu, kata Tauhid, data target yang tidak valid ini menyebebkan program bantuan sosial juga tersalurkan kepada kelompok menengah ke atas. Bantuan ini juga disimpan bukan dibelanjakan.

"Sehingga kalau dia kelompok menengah atas dia tidak digunakan untuk konsumsi, tapi untuk lainnya dan justru yang membutuhkan kelompok bawah itu jumlahnya relatif kecil yang diterima jadi tidak bisa mendorong konsumsi," jelasnya.

"Saya kira perlu cara baru sehingga program pemulihan ekonomi nasional punya efek yang lebih besar begitu kepada masing-masing programnya," imbuhnya.