JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto akan segera membentuk satuan tugas (satgas) percepatan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia.
Hal tersebut diucapkan oleh Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi saat ditemukan wartawan, Jakarta, Jumat, 31 Januari.
Dikatakan Eniya, Prabowo juga tengah menyiapkan keputusan presiden (keppres) pembentukan Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO).
"Ini sedang mau dibahas dengan Pak Menteri keppresnya. Jadi keppres, bukan organisasi ya mungkin nanti berubah jadi satgas. Jadi ada critical thinking-nya Pak Menteri, ini paling cepat gimana nih? Ini masih dibahas," ujarnya.
Eniya melanjutkan, PLTN memang masuk dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) dengan perencanaan awal akan dibangun PLTN dengan kapasitas 250 MW di awal tahun 2032.
Nantinya rencana tersebut akan diterjemahkan ke dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) untuk memastikan implementasinya.
"Nanti kita terjemahkan di RUPTL pun insya Allah masuk karena sudah menerjemahkan bahasa di RUKN," papar Eniya.
Lebih lanjut Eniya menjelaskan saat ini pemerintah menargetkan regulasi PLTN akan rampung pada 2025. Kemudian pada 2026 akan dibentuk mekanisme inisiasi proyek pembangkit listrik tersebut.
BACA JUGA:
Untuk itu Eniya mewanti-wanti menekankan pentingnya mempelajari berbagai pendekatan dari negara lain.
"Karena berbagai negara punya konsep yang lain-lain. Ada yang tender malah salah. Tendernya oleh government atau bukan. Nah itu ada perbedaan per negara," sambung Eniya.
Nantinya, lanjut Eniya, pengalaman negara lain akan dijadikan referensi untuk memastikan pelaksanaan proyek yang efektif dan efisien. Dengan demikian, persiapan pembangunan PLTN di Indonesia baru akan dimulai pada 2029.
"Lesson learned itu kita nanti jadikan referensi pada saat nanti kita akan mengeksekusi, tandas Eniya.