Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan secara terang-terangan terkait kondisi industri nasional.

Sebelum menerima kunjungan Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli di kantornya, Agus menyampaikan, unek-uneknya mulai dari kebijakan industri yang tidak ada di tangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), termasuk kebijakan tata kelola ekspor-impor.

Tak hanya itu, Agus bilang, ketentuan yang bersangkutan dengan daya saing sektor industri di Indonesia juga tidak ada di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

Padahal, kata dia, kedua kementerian ini memiliki kepentingan besar untuk pertumbuhan sektor manufaktur dan penciptaan lapangan kerja di Tanah Air.

"Memang kementerian ini unik. Karena menurut pandangan saya, ini penilaian yang saya sampaikan secara gurau, tapi saya kira inti dari Menaker itu pertama tidak boleh ada kehilangan pekerjaan dan kedua harus ada penciptaan lapangan kerja," sambungnya.

Hanya saja, sambung Agus, kebanyakan kebijakannya (terkait lapangan kerja) tidak ada di Kemnaker.

"Kehilangan pekerjaan dan penciptaan lapangan kerja itu kebanyakan kebijakannya tidak ada di Kemnaker. Jadi, tergantung kementerian lain. Penciptaan lapangan kerja dan kehilangan lapangan kerja itu ada di kementerian lain. Dan salah satu yang penting bagi Kemnaker adalah Kemenperin. Karena Kemenperin tentu suka tidak suka menyerap tenaga kerja cukup besar," ucap dia.

"Pertumbuhan sektor manufaktur nasional juga sangat tergantung kebijakan kementerian lain. Contohnya, untuk menumbuhkembangkan sektor manufaktur, beberapa kebijakan memang bukan di kami. Di beberapa pertemuan sudah saya sampaikan. Misalnya, mengenai harga gas untuk industri. Itu satu hal sepele bagi industri, tapi itu daya saing," tambahnya.

Hal itu, imbuh dia, jadi contoh bagaimana kebijakan terkait industri tidak menjadi wewenang Kemenperin yang berkebutuhan untuk mendongkrak kinerja industri manufaktur nasional.

Menurut Agus, hal itu menjadi contoh bagaimana kebijakan terkait industri tidak menjadi wewenang Kemenperin yang berkebutuhan untuk mendongkrak kinerja industri manufaktur nasional.

"Kebijakan untuk mengelola atau tata kelola ekspor-impor misalnya, berkaitan dengan lingkungan, larangan terbatas, itu bukan di kami, apalagi di Kemnaker. Saya waktu rapat pertama di Kemenko Perekonomian menyampaikan 1 slide mengenai betapa telanjangnya Indonesia dari negara pedagang," tuturnya.

"Saya pernah tampilkan itu. Telanjang sekali Indonesia terhadap barang-barang yang masuk ke dalam negeri, proteksinya sangat minim. Bahkan, dibandingkan negara-negara yang kami anggap liberal, mereka lebih protektif dari kami. Mereka measure-nya ribuan, tapi kebijakan itu tidak ada di kami," sambungnya.

Belum lagi, lanjut Agus, kebijakan terkait insentif atau stimulus untuk calon investor juga tidak ada di Kemenperin.

"Jadi, sama sedihnya yang harus dihadapi Menperin dan Menaker banyak sekali. Kami harus koordinasi dengan kementerian lain," ungkapnya.

Apalagi, katanya, jika ada pabrik yang tutup.

Dengan demikian, Agus menilai bahwa kementeriannya dan Kemnaker yang langsung akan disambangi.

"Kalau ada pabrik tutup yang repot Gatot Subroto, antara Kemnaker, Kemenperin atau keduanya. Terus terang tidak pernah ada orang datang ke kantor lain karena pabrik tutup. Di Kemenperin selalu saya sampaikan kepada teman-teman sekantor saya ini, ke pejabat-pejabat di dalam negeri, ini bukan karena di depan pak Menteri (Yassierli), ya, yang saya utamakan adalah penciptaan lapangan kerja," pungkasnya.