Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan seluruh asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN 2024 meleset dari target.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2024 hanya mencapai kisaran 5 persen atau lebih rendah dari target asumsi dasar ekonomi makro 2024 yang mencapai 5,2 persen.

“Pertumbuhan ekonomi kuartal I capai 5,11 persen, kuartal II 5,05 persen, kuartal III 4,95 persen, dan kuartal IV masih belum keluar, kita estimasi keseluruhan tahun diperkirakan di 5 persen,” tuturnya dalam konferensi pers APBN KiTa, pada Senin, 6 Januari.

Selain itu, Sri Mulyani menyampaikan inflasi mencapai 1,57 persen atau lebih rendah dari target yang diasumsikan sebesar 2,8 persen.

Meski demikian, kondisi inflasi sempat melonjak mencapai 3,1 persen pada April 2024.

Untuk nilai tukar rupiah melemah ke level Rp16.162 per dolar AS pada akhir 2024, angka ini jauh dari yang diasumsikan APBN 2024 sebesar Rp15.000 per dolar AS.

Menurut Sri Mulyani, depresiasi nilai tukar rupiah cukup siginifikan pada tahun ini sehingga sangat mempengaruhi belanja negara, namun tetap diimbangi alokasi untuk memitigasi belanja yang efektif sebagai shock absorber.

Sri Mulyani menyampaikan melemahnya nilai tukar rupiah ini diakibatkan tekanan faktor global seperti kebijakan penahanan Fed Fund Rate dan penguatan dolar AS sehingga menyebabkan arus modal asing keluar dari pasar keuangan Indonesia yang mengalami deviasi.

Selanjutnya, realisasi yield SBN 10 tahun pada akhir 2024 mencapai 7 persen, angka ini lebih tinggi dari asumsi APBN sebesar 6,7 perse.

Meski demikian, Sri Mulyani menyampaikan yield SBN sempat mengalami kenaikan pada April dan Juni yang berada di level 7,2 persen.

Namun, ia meyakini, pembiayaan tetap aman dan terkendal.

Berikutnya, Sri Mulyani menjelaskan harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Oil Price (ICP) mencapai 71,6 dolar AS per barel pada akhir 2024 angka ini lebih rendah dari target yang diasumsikan yaitu 82 dolar AS per barel.

Kemudian realisasi lifting minyak per November mencapai 571,700 BPH, lebih rendah dari asumsi yang mencapai 635.000 BPH. Begitu juga dengan realisasi lifting gas per November 2024 mencapai 973.000 BSMPH, lebih rendah dari asumsi 1.033.000 BSMPH.

Sri Mulyani mengatakan lifting migas berada di bawah target namun dampak terhadap APBN, terutama di sisi pendapatan masih terbatas.