JAKARTA – Pengamat Ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengungkapkan bahwa pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) kerap kali menghadapi hambatan ketika mulai mengajukan kredit maupun pembiayaan kepada lembaga jasa keuangan, khususnya perbankan.
Menurut dia, kondisi tersebut terjadi lantaran pihak bank belum mempunyai data yang memadai terkait dengan profil individu maupun jenis usaha yang sedang dijalankan.
“Bank tidak sepenuhnya mengenal nasabah, apalagi nasabah yang belum memiliki track record,” ujarnya dalam webinar yang diselenggarakan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Jakarta, Kamis, 8 April.
Piter menambahkan, tantangan tersebut bisa diatasi oleh pelaku UMKM dengan memberikan gambaran secara jelas melalui dokumentasi yang disusun secara urut dan terperinci meskipun berupa catatan sederhana.
“Kawan-kawan UMKM kita ini harus mempunyai laporan keuangan atau neraca keuangan, yang simpel-simpel saja tidak apa-apa asal jelas,” tuturnya.
Upaya itu dianggapnya sangat berguna bagi bank dalam menakar potensi risiko calon debitur untuk selanjutnya diberikan program yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.
“Tujuannya memberi gambaran yang selengkap-lengkapnya kepada bank ketika UMKM ingin mengajukan kredit. Tanpa catatan itu, bank tidak bisa melakukan penilaian risiko seperti apa,” tegas dia.
Secara garis besar, ekonomi yang tercatat cukup lama mengabdi sebagai Staf Pembina dan Pengembangan Usaha Kecil Bank Indonesia itu merumuskan dua hal penting yang harus dilakukan oleh pelaku UMKM agar pengajuan kredit maupun pembiayaannya bisa diterima.
“Pertama yang tadi saya sebutkan, persiapkan catatan-catatan penting dari kegiatan usaha yang dijalankan agar bisa dipelajari oleh bank,” imbuhnya.
Kemudian yang kedua adalah usahakan memilih lembaga perbankan yang memiliki program bantuan dari pemerintah. Menurutnya, hal ini cukup krusial guna menekan biaya pengembalian dana. Sebab, program kredit yang masuk dalam rencana pemerintah memiliki tingkat suku bunga rendah dan beberapa subsidi tertentu.
“Banyak sekali program bantuan dari pemerintah, ikuti itu dan cari tahu bagaimana cara mendapatkannya. Jangan lupa untuk mengkonsultasikan kepada bank program apa yang sesuai dengan profil usaha kita,” kata dia.
“Kalau bisa ke BRI (Bank Rakyat Indonesia), itu bank pemerintah rajanya kredit untuk UMKM,” sambungannya.
BACA JUGA:
Selain itu, Piter juga menyarankan untuk menghindari lembaga jasa keuangan dengan skala bisnis kecil untuk menghindari membengkaknya kewajiban yang harus dipenuhi.
“Kalau bank kecil itu biasanya jarang ada program pemerintah, dan cost of fund (biaya penghimpunan dana) mereka juga besar, jadi berimbas pada bunga yang diberikan kepada debitur,” sebutnya.
Adapun, alternatif lain yang dia jabarkan adalah dengan memanfaatkan jasa PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Piter menjelaskan bahwa BUMN yang bergerak dalam bidang keuangan itu memang dibentuk pemerintah untuk membantu mengembangkan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
“Kalau tidak bisa ke BRI bisa ke PNM. Di sana mereka punya skema kredit bernama Program Mekar yang membantu permodalan dengan bunga yang cukup rendah. Selain dapat kredit, UMKM ini nantinya juga akan diberikan pendampingan bagaimana mengembangkan usaha mereka,” teranganya.
Sebagai informasi, pemerintah tahun ini menargetkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp253 triliun. Jumlah tersebut meningkat dari realisasi 2020 yang sebesar Rp198,53 triliun.