JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, salah satu penyebab RI masih ketergantungan bahan baku obat (BBO) impor yakni masih sedikitnya BBO alami yang dikomersialisasi.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Reni Yanita Kemenperin mengatakan, Indonesia sebenarnya memiliki BBO alami banyak. Namun, yang dikomersialisasi masih terbilang sedikit.
"Kami lihat dari hasil riset banyak bahan baku alami sebenarnya, tapi yang dikomersialisasikan sedikit, ya. Nah, itu tadi mungkin belum terinformasi," ujar Reni saat ditemui wartawan di Hotel Pullman, Jakarta, Kamis, 17 Oktober.
Reni mengatakan, peneliti yang melakukan riset terhadap bahan baku obat alami itu juga harus memperhatikan sisi substansi. Artinya, harus diketahui berapa modal yang dibutuhkan. Sehingga, bisa menarik investor.
"Ketika menginvestasikan ini, butuh modalnya itu berapa sih? Beli mesinnya berapa? Beli ininya itu berapa. Nah, kalau sudah tergambar seperti itu, investor-investor akan lebih tertarik, sih," katanya.
Kemudian, kata Reni, ketika BBO alami itu berhasil dikomersialisasi, mereka pun harus difasilitasi untuk segera mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Kan, kalau sudah ada bahan banyak, terus sudah berstandar, pekerjaan rumah (PR) ke depannya, kan, kami ingin yang sekarang pakai bahan baku kimia impor diganti bahan baku yang sekarang," ucap Reni.
"Tapi, jaminannya itu kalau ganti bahan baku, dia akan cepat dapat izin edar. Karena yang namanya industri, kan, kalau dia sudah punya nama misalnya contoh obat batuk yang selama ini kami minum dari bahan kimia, paracetamol, begitu kami ganti dengan bahan-bahan alam kayak ada jahenya, daun saga, apakah dia akan cepat mendapatkan izin supaya bisa jualan," imbuhnya.
Sebelumnya, Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin Emmy Suryandari mengatakan, Indonesia masih ketergantungan impor untuk bahan baku obat (BBO) nasional. Adapun ketergantungan impor itu mencapai 90 persen hingga saat ini.
BACA JUGA:
Emmy bilang, angka ketergantungan impor itu sejalan dengan bertambahnya produsen BBO nasional di Tanah Air.
"Terkait profil industri BBO secara nasional, saat ini alhamdulillah sudah ada 20 industri. Saya mengatakan alhamdulillah karena memang tantangannya cukup besar ditengah saat ini angka impor kami terhadap BBO sendiri itu masih sekitar 90 persen dari luar," ujar Emmy dalam agenda Seminar Nasional bertajuk 'Ketahanan dan Kesinambungan Percepatan Kemandirian Bahan Baku Obat dan Vaksin di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Selasa, 10 September.
Emmy berharap, jumlah produsen BBO nasional bisa terus bertambah. Dengan demikian, angka impor bisa ditekan ke depannya.
"Kami berharap 20 (produsen BBO) ini bisa bertambah dari sisi jumlahnya dan juga bertambah dari sisi BBO yang bisa diproduksi dan saya rasa dengan semangat kami semuanya kali ini, sangat possible terjadi industri farmasi di Indonesia bisa tumbuh menjadi raja di negara sendiri," katanya.