Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberi penjelasan tentang hasil rapat terbatas (Ratas) internal yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa, 2 Juli kemarin. Disebutkan, rapat itu tidak membicarakan tentang rencana pengenaan bea masuk hingga 200 persen terhadap barang-barang asal China.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, rapat tersebut hanya membahas tentang ekosistem kesehatan Indonesia, termasuk industri kesehatan dan tidak ada membahas isu lain. Hal ini disampaikan untuk meluruskan pemberitaan yang mengutip Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita terkait bea masuk 200 persen tersebut.

"Terkait hal ini, kami sampaikan dan luruskan bahwa Bapak Menteri Perindustrian (Agus Gumiwang) hanya menjawab pertanyaan seputar isi rapat relaksasi perpajakan industri kesehatan dan tidak menjawab pertanyaan terkait rencana pengenaan bea masuk produk impor 200 persen," ujar Febri dalam keterangan resminya, dikutip Rabu, 3 Juli.

Oleh karena itu, Febri menilai pernyataan yang disampaikan Menperin Agus tidak ada yang merujuk pada penjelasan atas pengenaan bea masuk 200 persen untuk produk impor China tersebut.

"Dengan kata lain, tidak ada pernyataan dari Menteri Perindustrian yang bertujuan menjawab atau menyinggung mengenai pengenaan bea masuk 200 persen produk impor," ucapnya.

Sementara untuk jawaban Menperin terkait dengan pelaporan dua minggu ke depan oleh kementerian dan lembaga, Febri memandang ini merupakan arahan Jokowi untuk menindaklanjuti hasil rapat internal tentang relaksasi perpajakan industri kesehatan dan bukan tentang rencana pengenaan isu bea masuk 200 persen produk impor.

Febri pun menjelaskan hasil Ratas tersebut. Presiden Jokowi memberikan waktu dua minggu kepada para menteri untuk memberikan laporan secara utuh, termasuk kemungkinan menggunakan instrumen larangan dan pembatasan (lartas). Tim tersebut akan dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan.

Kemudian, arahan Jokowi adalah agar pelayanan masyarakat dalam sektor kesehatan bisa lebih murah dengan kualitas baik setelah menerapkan kebijakan yang pro terhadap industri kesehatan nasional.

Jokowi juga memberikan arahan agar semua regulasi bisa mengarah kepada kemandirian sektor dan industri kesehatan, sehingga mampu menarik investasi di sektor tersebut. Pada gilirannya, pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan (alkes) bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri.

Perbaikan ekosistem industri farmasi dan alkes sangat perlu dilakukan agar kebutuhan masyarakat Indonesia mendapat pelayanan kesehatan bermutu bisa terwujud.

Fasilitas kesehatan yang memadai dan terjangkau sangat dibutuhkan, hal ini sejalan dengan upaya meningkatkan produktivitas dan daya saing dua sektor industri tersebut di dalam negeri. Namun, industri farmasi masih ketergantungan besar terhadap bahan baku impor.

"Dalam rapat tersebut, Menperin menyampaikan beberapa usulan kebijakan-kebijakan yang perlu diambil untuk meningkatkan investasi di sektor industri farmasi," tuturnya.

Usulan pertama, agar impor bahan baku obat sebaiknya tidak dikenai aturan persetujuan teknis (pertek). Hal ini untuk memudahkan industri farmasi di dalam negeri memperoleh bahan baku. Pertek sebaiknya dikenakan kepada barang jadi obat-obatan impor.

Kedua, mengusulkan skema Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk bahan baku obat yang belum bisa diproduksi di Indonesia serta penghapusan PPN bagi bahan baku obat lokal.

Usulan terakhir adalah Kemenperin meminta agar industri farmasi dan alkes bisa menerima fasilitas tax allowance untuk pengembangannya. Sebab, saat ini belum ada industri dari dua sektor tadi yang memperoleh fasilitas tersebut.