JAKARTA - Indonesia telah memulai proses penyesuaian regulasi dalam upaya menjadi anggota negara Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dimana tahapan akses ini akan menggunakan platform portal Aksesi OECD sebagai bentuk transparan dan dapat dimonitor bersama.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan proses aksesi ini dilakukan oleh 26 komite dengan lebih dari 200 indikator regulasi dan kebijakan yang harus dipenuhi dengan aturan standar-standar OECD.
"Dari Kementerian Keuangan, juga memiliki lebih dari enam aspek yang langsung berhubungan dengan kita, yaitu dari mulai yang berhubungan dengan sektor finansial, komite yang berhubungan dengan sektor finansial, kemudian dana pensiun, asuransi, dan juga dua yang lain adalah seperti lingkungan hidup maupun untuk dukungan kepada Tata Kelola dan kepada UMKM," ucapnya.
Sri Mulyani menjelaskan pihaknya terus melakukan reformasi dan penyesuaian dengan standar OECD, seperti pengelolaan APBN, fiskal, perpajakan, belanja, pembiayaan maupun reformasi sektor keuangan salah satu dengan menerbitkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dalam proses untuk pelaksanaannya.
"Dari Kementerian Keuangan terus melakukan reform yang selama ini sudah dilakukan di kami sendiri seperti pengelolaan APBN, fiskal, perpajakan, belanja, pembiayaan, maupun reform sektor keuangan yang melalui UU P2SK yang sekarang dalam proses untuk pelaksanaannya," ujarnya.
Sri Mulyani menekankan pentingnya melakukan penyesuaian aturan dengan standar-standar OECD, lantaran Indonesia harus segera menyesuaikan standar regulasinya agar bisa setara dengan negara-negara OECD.
"Jadi banyak yang masuk di OECD itu sebetulnya sudah masuk dalam reform yang kita kerjakan. Namun sekarang untuk dilakukan benchmarking dan tentu dengan referensi, best practice dari banyak negara akan membuat kita mampu untuk terus mengukur kemajuan yang kita lakukan. Kita siap untuk melakukan dan nanti masuk dalam platform ini (Portal Aksesi OECD) akan menjadi transparan dan juga bisa dimonitor bersama," tegasnya.
BACA JUGA:
Adapun untuk reformasi perpajakan, salah satu yaitu penerapan Global Minimum Tax (GMT) atau Pajak Minimum Global di mana tarifnya disarankan OECD sebesar 15 persen.
"Untuk GMT ini lagi proses, nanti sedang kita siapkan. Kalau yang itu (Wealth Tax) saya belum tahu, nanti kita cek ya," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu.