Bagikan:

JAKARTA - Keputusan pemerintah untuk membuka kembali ekspor pasir laut memicu badai kritik.

Kebijakan ini dinilai tidak sejalan dengan program hilirisasi yang digembar-gemborkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Ekonom Senior Piter Abdullah mengatakan, dampak ekonomi yang timbul dari melonggarkan ekspor pasir laut memang akan membuat perkonomian tumbuh positif. Namun, Pieter menekenakan dampak tersebut hanya untuk jangka pendek.

Menurut Pieter, dampak jangka panjang yang timbul justru negatif. Sebab, aktivitas tersebut dapat merusak lingkungan sehingga mempengaruhi laut dan dapat menurunkan pendapatan nelayan.

“Dalam konteks komparasi antar negaranya, kepentingan siapa sebenarnya dari pasir laut itu? Untuk apa pasir laut itu dipergunakan di luar?,” katanya kepada VOI, Kamis, 3 Oktober.

“Kalau kemudian pasir laut itu kemudian memperkuat, memperluas negara lain, dan kita tahu bagaimana misalnya Singapura itu sebenarnya kan berkembang, wilayahnya berkembang dari ekspor pasir laut kita,” sambungnya.

Lebih lanjut, Pieter menilai langkah keputusan melonggarkan ekspor ini justru sangat kontradiktif dengan program yang digaungkan Presiden Jokowi yakni hilirisasi.

“Pasir laut itu adalah sangat kontradiktif dengan hilirisasi. Hilirisasi itu adalah bagaimana kita tidak mengekspor sesuatu mentah. Nah ini mentah banget. Pasir. Nggak ada nilai tambahnya,” ujarnya.

Menurut Pieter, dengan mengizinkan ekspor pasir laut kembali dibuka menunjukkan bahwa Jokowi tidak konsisten dengan tujuannya untuk menciptakan nilai tambah.

“Pemerintah Jokowi tidak konsisten dengan yang dia usung hilirisasi. Bagaimana menciptakan nilai tambah dari sumber daya yang kita miliki. Itu aja yang paling utama. Nggak usah ngomong yang lain, nggak konsisten,” tuturnya.

Pieter mengatakan bahwa Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya yang bisa diekspor. Ia pun mempertanyakan mengapa pemerintah memilih membuka keran ekspor pasir laut.

“Kenapa harus pasir laut? Ada komoditas lain yang masih bisa di ekspor. Kalau menurut saya, sebenarnya pertanyaan utamanya adalah itu. Kepentingan siapa sebenarnya yang dikedepankan ketika kita mengizinkan ekspor pasir laut,” katanya.

Menurut Pieter, banyak sekali komoditas Indonesia yang bisa dilakukan hilirisasi untuk mendapatkan nilai tambah tanpa harus melonggarkan ekspor pasir laut.

“Kalau dia mau konsisten seharusnya banyak sekali produk-produk kita, komoditas kita yang bisa dilakukan hilirisasi, yang memberikan nilai tambah yang lebih besar, itu yang harusnya didorong, bukan melakukan ekspor pasir laut,” ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, kebijakan ekspor pasir laut berlaku usai Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mendapat usulan dari Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) agar merevisi dua Peraturan Menteri Perdagangan di bidang ekspor.

Revisi tersebut tertuang dalam ‘Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor’ dan ‘Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor’.