Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan bahwa mahalnya harga tiket pesawat di dalam negeri disebabkan oleh harga avtur, pajak impor suku cadang pesawat, serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

"Sebenarnya saya berulang-ulang kali bahwa kalau harga itu bukan karena kami saja, ada empat yang kalau harga itu bisa selesai, satu adalah avtur yang sama dengan negara lain," kata Budi Karya dilansir ANTARA, Selasa, 1 Oktober.

Menurutnya, jika harga bahan bakar pesawat atau avtur bisa sama dengan negara lain, maka hal itu bisa menurunkan harga tiket pesawat di tanah air.

Soal harga avtur, Menhub mengaku sudah melakukan rapat dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengenai perbaikan harga.

"Dan negara lain itu ada multi provider. Saya langsung menunjuk bahwa satu provider yang buat harga monopoli. Saya sudah rapat dengan Pak Luhut," ujarnya.

Poin kedua yang disebutkan Menhub adalah mengenai pajak atas spare part atau suku cadang pesawat yang diimpor.

"Spare part kita dipajakin, Singapura, Malaysia tidak dipajakin. Nah, bayangin kalau kita punya 400 pesawat. Nah ini katanya sih hampir selesai, katanya. Harus diselesaikan itu," katanya menegaskan.

Poin ketiga yang menjadi sorotan Menhub adalah berkaitan dengan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) bagi penumpang dan avtur.

Baginya, hal itu tidak relevan karena transportasi pesawat sudah menjadi kebutuhan primer.

"PPN di pesawat ini kena 10 persen. Dulu waktu saya kecil, lihat pesawat itu sudah wah hebat banget gitu, kalau sekarang kan kita ke mana-mana pakai (pesawat Boeing) 737, sudah jadi kebutuhan primer. Jadi tidak relevan kalau dia dikenakan PPN," ujarnya.

Sementara hal keempat yang ditekankan Budi Karya agar tiket pesawat bisa turun adalah perlunya sinergi dan kolaborasi yang kuat.

"Satu lagi ada hal yang mesti kita koordinasikan bahwa kita itu mesti saling berkolaborasi memberikan sesuatu sumbangsih, kalau enggak, enggak selesai," pungkasnya.