Bagikan:

LANGGUR - Indonesia memiliki beragam makanan tradisional yang unik dan juga lezat. Salah satunya adalah embal, makanan pokok masyarakat Maluku. Embal sangat mudah ditemui di Pulau Kei atau Tual di Maluku Tenggara.

Nama kuliner embal mungkin masih terdengar asing untuk masyarakat yang tinggal di Pulau Jawa. Embal sendiri merupakan Bahasa Kei untuk tanaman ubi kayu atau singkong yang memiliki kandungan racun sianida.

Mendengar kata racun sianida, mungkin akan membuat kita berpikir ulang untuk mencicipi makanan olahan dari embal tersebut. Namun, embal aman dikonsumsi jika diolah dengan benar melalui proses yang cukup panjang.

Setelah dipanen, singkong yang masih memiliki kandungan racun tersebut dicuci bersih lalu diparut, kemudian dibungkus kain saring dan ditindih dengan batu atau alat untuk memisahkan sari dari ampasnya. Sari yang mengandung racun dibuang, sedangkan ampasnya dapat diolah menjadi berbagai macam makanan.

Embal biasanya hanya diolah menjadi embal bubuhuk yaitu campuran embal denran embal dengan kelapa yang melalui proses pembakaran, kemudian digunakan sebagai tepung pelapis pisang goreng, bisa juga dibuat embal bunga, embal kacang, hingga embal manis aneka rasa.

Kelompok Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat dari Universitas Gadjah Mada (KKN-PPM UGM) berkolaborasi dengan maskapai penerbangan nasional Garuda Indonesia memberikan pendampingan kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) untuk meningkatkan branding pangan lokal ini.

Kini, embal diolah menjadi berbagai macam cemilan enak seperti stik embal dengan berbagai rasa, piece embal, semprong embal hingga onde-onde embal. Setelah diolah dan dikemas dengan lebih menarik, embal memiliki nilai jual tinggi.

 Foto kedua, perbandingan produk sebelum dan setelah dilakukan re-branding

Foto kedua, perbandingan produk sebelum dan setelah dilakukan re-branding (Mery VOI)

Dosen Pembimbing Lapangan KKN PPM UGM Kec. Manyeuw Maluku Tenggara, Antari Innaka mengatakan kelompok KKN-PPM UGM ini membantu membuat desain packaging atau kemasan yang lebih menarik dan bagus untuk produk-produk makanan yang berbahan dasar dari embal tersebut.

Selain membantu meningkatkan kemasan produk, Antari mengatakan kelompok KKN-PPM UGM ini juga mengajarkan pelaku UMKM di Ohoi Debut, Kecamatan Manyeuw untuk memperluas pangsa pasar produknya melalui e-commarce.

“Mengenalkan satu jenis makanan yang bisa laku di pasaran, kemudian packing sampai ke pemasarannya. Itu yang dilakukan oleh tim KKN-PPM UGM kami di Manyeuw ini,” katanya kepada VOI, saat ditemui Ekowisata Hoat Tamngil, Kecamatan Manyeuw, Maluku Tenggara, Sabtu, 24 Agustus.

Antari mengatakan dengan kemasan saat ini, harga jual produk berbahan dasar embal ini menjadi lebih tinggi. Awalnya, dia bilang produk dikemas hanya dengan plastik bening dan ditempel stiker brand.

“Dengan packing lebih bagus orang cenderung akan membeli. Dulu itu hanya plastik dikasih stiker. Jelek banget. Dengan packaging ini membuat UMKM berkembang, laku jadinya. Kalau dulu mungkin harganya Rp12.000, kini dijual bisa sampai Rp20.000 sampai Rp35.000,” tuturnya.

Namun, Antari mengaku untuk meningkatkan kelas UMKM di Kecamatan Manyeuw, Malaku Tenggara ini tidak mudah. Ada tantangan yang dihadapi, terutama terkait kemasan produk. Dia bilang kemasan produk yang digunakan saat ini didatangkan dari Yogyakarta, Jawa Tengah.

“Susahnya, model packing seperti ini baru bisa di Jawa. Di sini tidak ada, susahnya itu. Kemarin saya bawa dari Jawa lima dus packaging untuk pelaku UMKM di sini, karena mereka butuh,” tuturnya.

Lebih lanjut, Antari mengatakan masiswa KKN-PPM UGM ini sudah memberitahu para pelaku UMKM bagaimana cara untuk mendapatkan kemasan tersebut. Sehingga, saat masa KKN selesai para pelaku UMKM masih tetap bisa melanjutkan bisnisnya.

“Meraka akan terus melanjutkan, sudah kita beri tahu pesan di Jawa, alamatnya ini. Dan desainnya sudah kita beri,” ujarnya.