Bagikan:

JAKARTA - Sosialisasi mengenai subtitusi konsumsi pangan dinilai sangat penting. Hal ini sebagai solusi di tengah kenaikan harga bahan pokok.

Ekonom Senior Indef Aviliani mengatakan, ke depan Indonesia perlu juga mensosialisasikan bagaimana makan sehat serta mengubah pola makan mencari subtitusi pangan.

"Saya rasa itu menjadi solusi, kunci, tidak hanya dari sisi suplainya, tetapi dari sisi demand site yang perlu menjadi kata kunci,” kata Aviliani mengutip Antara.

Dia menyampaikan agar pemerintah gencar melakukan sosialisasi subtitusi konsumsi pangan atau penggantian bahan makanan namun memiliki fungsi yang sama, sebagai salah satu solusi di tengah sejumlah harga bahan pokok mengalami kenaikan.

Menurutnya, perubahan pola makan menuju bahan makanan yang memiliki fungsi serupa menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini. Contohnya, jika harga daging mahal, maka ikan atau ayam bisa menjadi alternatif yang sama-sama mengandung protein.

“Subtitusi itu mengganti, jadi begini contohnya, misalnya harga daging lagi mahal ya udah kita makannya ikan, atau kita makan ayam, jadi yang penting adalah proteinnya. Itu namanya subtitusi, beras lagi mahal, terus ubi murah, kenapa kita tidak makan ubi, kan sama-sama karbohidrat,” jelas Aviliani.

Ia juga menyoroti pentingnya subtitusi dalam hal karbohidrat, seperti mengganti nasi dengan singkong yang memiliki fungsi yang sama sebagai sumber karbohidrat.

Menurutnya, pemahaman mengenai subtitusi ini dapat membantu menekan harga barang karena menciptakan variasi dalam konsumsi masyarakat.

“Jadi yang disebut subtitusi itu adalah mengubah makan kita bukan nasi, di luar nasi, tetapi sama-sama yang namanya karbohidrat. Singkong itu murah kan, orang menganggapnya makan singkong itu nggak ini, padahal menurut saya sama-sama karbohidrat, dan karbohidratnya sehat,” tutur Aviliani.

Meski begitu, dia mengimbau masyarakat tidak berlebihan dalam berbelanja sehingga dapat mencegah terjadinya kelangkaan barang di pasaran, terutama bahan makanan pokok. Hal ini penting untuk menjaga ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat.

Menurutnya diperlukan kesadaran kolektif dan tanggung jawab bersama untuk menjaga stabilitas bahan pokok.

“Dengan kita jadi smart, nanti yang jualan kalah sama kita, yang tadinya dia jual mahal, maka akan dia jual murah lagi,” tuturnya.

Sementara dalam konteks peningkatan kemandirian pangan, ia juga menyoroti pentingnya peningkatan produksi dan penggunaan teknologi dalam sektor pangan.

“Lalu dari sisi produksi, saya rasa kita harus segera untuk menggunakan teknologi tinggi, sehingga harus bisa menjadi negara pengekspor pangan, bukan lagi pengimpor pangan,” kata Aviliani.