Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengumumkan akan menutup Jiwasraya pada tahun ini. Pembubaran perusahaan pelat merah ini akan dilakukan sebelum pergantian pemerintahaan pada Oktober mendatang.

Staf Khusus III Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan bahwa Jiwasraya merupakan kasus fraud terbesar yang mencapai hampir Rp50 triliun. Dia bilang pembubaran perusahaan tersebut diperkirakan akan dilakukan pada September 2024.

“Perkiraan (pembubaran) pokoknya September (2024). Sesuai dengan POJK, proses pembubaran ada tahapan pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha sampai pelaporan likuiasi,” ujarnya saat di temui di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis, 22 Agustus.

Arya mengatakan pelaku kejahatan fraud juga telah mendapatkan sanksi dengan hukuman sumeumur hidup. Sedangkan, penanganan nasabah atau pemegang polis pun juga telah diserahkan kepada IFG Life.

Sekadar informasi, penyelamatan pemegang polis Jiwasraya menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui penyertaan modal negara (PMN)yang sebesar Rp32 triliun.

Adapun total nasabah Jiwasraya tercatat 5.686 untuk korporasi dan 291.290 nasabah ritel. Restrukturisasi telah hampir rampung yakni 99 persen.

“Jadi total mereka semua dipindahkan di IFG. Jadi ini adalah restrukturisasi terbesar sepanjang sejarah yang berhasil di restru untuk asuransi,” katanya.

Arya jug menjelaskan pembubaran Jiwasraya sesuai dengan POJK nomor 8 tahun 2019 dan RPK. “Karena sudah mau selesai, sudah mau final, maka sesuai dengan POJK dan RPK dengan Jiwasraya dibubarkan. Setelah berhasil semua di restrukturisasi akan dibubarkan,” tegasnya.

Sementara itu, Plt Direktur Utama Jiwasraya Mahelan Prabantarikso mengatakan nasabah Jiwasraya yang menolak restrukturisasi tercatat sebanyak 1.000 pemegang polis senilai Rp178 miliar.

Dia bilang nasabah tersebut masih dapat kesempatan untuk mengajukan restrukturisasi. Meskipun begitu, Mahelan mengatakan pihaknya akan menghormati keputusan nasabah yang tetap menolak restrukturisasi dan memilih menempuh jalur hukum.

“Jadi dari total (nasabah kenolak restrukturisasi) yang ada kurang lebih 0,3 persen. Ada sekitar 1.000 polis yang masih belum mengikuti restrukturisasi, dengan nilai kurang lebih tinggal Rp178 miliar,” pungkasnya.