Bagikan:

JAKARTA - Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai iuran wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) secara tidak langsung bisa digunakan pemerintah untuk membangun IKN dan membiayai makan siang gratis.

Lembaga kajian ekonomi ini membantah klaim pemerintah bahwa iuran Tapera tak terkait Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya, uang dari pekerja swasta itu akan diinvestasikan, salah satunya dengan membeli surat berharga negara (SBN).

Celios memandang adanya upaya pemerintah untuk mendorong berbagai lembaga pengelolaan investasi pelat merah untuk lebih banyak menanamkan porsi investasi di SBN, termasuk Tapera. Ada potensi dana legit dari pengumpulan duit rakyat itu yang mencapai Rp135 triliun.

"Dana untuk SBN bisa mencapai Rp61 triliun. Dengan target Rp160 triliun penerbitan SBN di 2024, maka 37 persen bisa dipenuhi hanya dari BP Tapera," tulis Policy Brief Celios berjudul Tapera untuk Siapa? Menghitung Untung Rugi Kebijakan Tapera yang diterima VOI, pada Senin, 3 Juni.

"Penggunaannya pun tidak akan terbatas pada perumahan, melainkan dapat digunakan untuk program pemerintah, mulai dari pembangunan IKN hingga makan siang gratis ke depan," sambungnya.

Menurut Celios, ada rasa wajar jika masyarakat Indonesia mempertanyakan ke mana uang mereka akan digunakan oleh negara. Terlebih, banyak kasus-kasus korupsi fantastis dari pengelolaan dana publik.

Menurut Celios, banyak kasus korupsi yang menjadi sorotan masyarakat. Bahkan kasus tersebut masih ada yang belum terselesaikan sepenuhnya.

Seperti kasus PT Asuransi Jiwasraya, PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) hingga PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Taspen). Setumpuk kasus korupsi pengelolaan dana masyarakat itu diklaim merugikan negara lebih dari Rp30 triliun.

Sementara itu Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira mengatakan, ada efek bahaya lainnya yang menanti imbas pemaksaan iuran Tapera. Dia khawatir adanya ancaman pengurangan tenaga kerja hingga 466.083 orang.

"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan iuran wajib Tapera berdampak negatif pada lapangan kerja, karena terjadi pengurangan konsumsi dan investasi oleh perusahaan," tuturnya.

"Meskipun ada sedikit peningkatan dalam penerimaan negara bersih sebesar Rp20 miliar, jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan kerugian ekonomi yang terjadi di sektor-sektor lain," tambahnya.

Senada dengan Bhima, Direktur Ekonomi Celios Nailul Huda juga membantah bahwa Tapera adalah solusi tepat menurunkan backlog. Bahkan jika ditarik lebih jauh ke model Taperum, masalah backlog perumahan ini masih belum terselesaikan.

"Adapun alasan backlog sempat alami penurunan lebih disebabkan oleh perubahan gaya anak muda yang memilih tidak tinggal di hunian permanen atau berpindah-pindah dari satu rumah sewa ke rumah lainnya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Celios berpandangan boleh saja kebijakan ini diteruskan, asalkan bersifat sukarela. Kewajiban menjadi peserta Tapera dianggap lebih tepat hanya untuk aparatur sipil negara (ASN) serta TNI/Polri.

Selain itu, Celios mendesak pemerintah mendata ulang lahan yang dikuasai korporasi besar. Harapannya, sebagian lahan tersebut bisa menjadi alternatif untuk program perumahan rakyat.

Adapun regulasi mengenai Tapera diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin, 20 Mei 2024, yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 atas perubahan dari PP 25/2020.

Klasifikasi kelompok yang wajib mengikuti program ini, yakni ASN, TNI, Polri, pekerja BUMN/BUMD serta pekerja swasta.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa pemberi kerja wajib membayar simpanan peserta yang menjadi kewajibannya dan memungut simpanan peserta dari pekerja.

Diketahui, besaran iuran ditetapkan sebesar 3 persen dari gaji atau upah untuk Peserta Pekerja dan penghasilan untuk Peserta Pekerja Mandiri. Untuk Peserta Pekerja ditanggung bersama antara perusahaan dengan karyawan masing-masing sebesar 0,5 persen dan 2,5 persen, sedangkan Peserta Pekerja Mandiri menanggung simpanan secara keseluruhan.

Peserta yang termasuk dalam kategori Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dapat memperoleh manfaat berupa Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR) dan Kredit Renovasi Rumah (KRR) dengan tenor panjang hingga 30 tahun dan suku bunga tetap di bawah suku bunga pasar.

Dana yang dihimpun dari peserta akan dikelola oleh BP Tapera sebagai simpanan yang akan dikembalikan kepada peserta.