JAKARTA - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan mempercayai bahwa program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) memiliki tujuan yang baik untuk kesejahteraan pekerja di Indonesia dan kebijakan pemerintah tersebut tentu sudah melalui kajian.
“Kami dari sisi badan pelaksanaan, percaya bahwa kebijakan ini tentu ada tujuan yang sangat baik untuk kesejahteraan pekerja,” kata Direktur Keuangan BPJS Ketenagakerjaan Asep Rahmat Suwandha saat dijumpai media di Jakarta, dikutip dari Antara, Senin 3 Juni.
Terkait pengaruh adanya program Tapera terhadap jumlah kepesertaan maupun dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan, Asep menyampaikan bahwa pihaknya saat ini belum bisa berkomentar lebih jauh mengingat kebijakan tersebut masih terbilang baru. BPJS Ketenagakerjaan juga masih memerlukan diskusi lebih lanjut dengan Badan Pengelola (BP) Tapera.
“Kami selama ini lebih banyak kepada diskusi bagaimana kepesertaan. Kan Tapera ada peserta, di kami juga ada peserta, bagaimana menyingkronkan manfaat-manfaat itu yang ada. Selama ini baru sejauh itu, kan ini (program Tapera) kebijakan baru,” kata dia.
BPJS Ketenagakerjaan sendiri memberikan peluang bagi peserta untuk memiliki hunian melalui manfaat layanan tambahan (MLT) program perumahan. MLT ini, jelas Asep, sudah berjalan lama sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua (JHT).
Hal ini juga tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan.
Asep mengatakan bahwa program Tapera dan MLT terdapat perbedaan konsep. Tapera merupakan tabungan perumahan rakyat sementara MLT dari BPJS Ketenagakerjaan merupakan program tambahan untuk memperluas manfaat. Hingga saat ini, sebut Asep, baru sekitar 4.000 peserta yang mendapatkan manfaat MLT program perumahan.
Terdapat empat jenis MLT yang dapat diakses peserta BPJS Ketenagakerjaan antara lain kredit kepemilikan rumah (KPR), pinjaman uang muka perumahan (PUMP), pinjaman renovasi perumahan (PRP), dan fasilitas pembiayaan perumahan pekerja/kredit konstruksi (FPPP/KK).
“Ini (MLT) sudah berjalan. Sejak tahun lalu, kita kerja sama dengan perbankan. Jadi kita ada trade subsidi dari BPJS, kemudian kita kerja sama dengan perbankan dan menyalurkan paling tidak tiga (kategori). Satu, untuk perumahan maksimal 500 juta plafonnya. Dua, untuk renovasi 200 juta. Tiga, uang muka perumahan 150 juta,” kata Asep.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Asep menyebutkan bahwa BPJS Ketenagakerjaan sendiri menargetkan jumlah peserta aktif bertambah menjadi sekitar 53,5 juta dan posisi hingga saat ini telah mencapai sekitar 40 juta juta peserta. Ke depan, BPJS Ketenagakerjaan akan berfokus pada kepesertaan terutama kategori bukan penerima upah (BPU).
Diberitakan sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menolak pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
BACA JUGA:
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai bahwa PP yang baru disahkan pada 20 Mei 2024 itu menduplikasi atas program sebelumnya, yaitu MLT perumahan pekerja bagi peserta program Jaminan Hari Tua (JHT) BP Jamsostek.
"Tambahan beban bagi pekerja 2,5 persen dan pemberi kerja 0,5 persen dari gaji (untuk program Tapera) yang tidak diperlukan karena bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan," kata Shinta.
Menurut pandangan Apindo, justru seharusnya pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan, di mana sesuai PP maksimal 30 persen atau Rp138 triliun, maka maka aset JHT sebesar 460 Triliun dapat digunakan untuk program MLT perumahan pekerja.