Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman menilai, rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen perlu ditinjau (review) kembali.

Adhi menyebut, pemerintah seharusnya menekankan kepatuhan terhadap pajak itu sendiri bukan malah menaikkan. Mengingat, kata dia, saat ini kepatuhan terhadap pajak belum mencapai 100 persen.

"Kami pernah bicara di salah satu acara ke pemerintah bahwa sebaiknya PPN 12 persen itu di-review kembali. Karena dampaknya sangat besar terhadap perekonomian. Kami lebih baik mengejar pertumbuhan ekonomi yang besar supaya income pemerintah melalui pajak pendapatan itu bisa bagus," kata Adhi saat ditemui usai konferensi pers Food Ingredients Asia Indonesia di Artotel Gelora Senayan, Jakarta, Senin, 19 Agustus.

"Yang penting PPN ini buat kami adalah mengejar semua patuh, karena kepatuhan PPN itu kalau tidak salah baru sekitar 60-an persen," sambungnya.

Menurut Adhi, bila kepatuhan terhadap PPN itu bisa mencapai 100 persen, nantinya bisa meningkatkan pendapatan negara itu sendiri.

"Kalau 100 persen patuh (pajak), otomatis pendapatan negara itu akan meningkat. Jadi, tidak perlu naik dulu," tegasnya.

Terlebih, kata Adhi, saat ini sudah ada pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Dengan demikian, membayar dan menyetorkan pajak merupakan hal yang wajib dilakukan.

"Mudah-mudahan dengan ini bisa lebih patuh karena semua tidak bisa menghindar, semua harus bayar pajak. Menurut saya, kami harus dorong semua patuh supaya playing field-nya sama. Tidak ada yang satu bayar dan lainnya tidak," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto menyampaikan, bahwa pemerintah akan tetap menyesuaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 lantaran sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Kan Undang-Undangnya sudah jelas (tarif PPN naik 12 persen pada 2025)," ucapnya kepada awak media di Jakarta, Kamis, 8 Agustus.

Meski begitu, Airlangga menjelaskan bahwa penundaan tarif PPN menjadi 12 persen bisa saja dilakukan jika terdapat aturan lainnya.

"Kecuali ada hal yang terkait dengan undang-undang (menunda kebijakan). Kan (saat ini) tidak ada," jelasnya.