Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah akan tetap menyesuaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada tahun depan lantaran sudah diamanatkan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Kan Undang-Undangnya sudah jelas (tarif PPN naik 12 persen pada tahun 2025)," ucapnya kepada awak media di Jakarta, Kamis, 8 Agustus.

Meski demikian, Airlangga menjelaskan bahwa penundaan tarif PPN menjadi 12 persen bisa saja dilakukan jika terdapat aturan lainnya.

"Kecuali ada hal yang terkait dengan undang-undang (yang menunda kebijakan). Kan (saat ini) tidak ada," jelasnya.

Airlangga menyampaikan terkait Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) pada tahun depan akan disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada saat pidato Nota Keuangan RAPBN 2025.

"Jadi, kita monitor aja catatan Nota Keuangan," ungkapnya.

Sebagai informasi, berdasarkan pasal 7 UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menyebutkan kenaikan PPN menjadi 12 persen berlaku berlaku paling lambat 1 Januari 2025 mendatang, setelah kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025.

"PPN 12 persen sudah dibahas ini juga termasuk fatsun politik UU HPP yang kita semua bahas udah setuju namun kita hormati pemerintah baru," terangnya saat rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa 19 Maret 2024.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah baru berhak mengubah kebijakan tersebut yang sudah disepakati sebelumnya dan dapat disesuaikan dengan arah dan kebijakan yang dijanjikan ketika kampanye.

"Jadi kalau target PPN tetap 11 persen, nanti disesuaikan," jelasnya.

Selain itu, Sri Mulyani menyampaikan akan merancang APBN 2025 sesuai batasan yang sudah diatur pada UU Keuangan Negara, yaitu APBN akan dirancang dalam bentuk garis dasar, artinya hanya memuat belanja wajib dan rutin pemerintah.

Sehingga dari postur tersebut akan terlihat ruang fiskal yang bisa dimanfaatkan pemerintah baru di tahun pertama.

"Kami akan signalkan ruang fiskalnya sebesar apa," katanya.