Bagikan:

JAKARTA - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) beberkan dampak-dampak dari kebijakan naiknya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025 terhadap perekonomian Indonesia.

Direktur Eksekutif Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menyampaikan jika terdapat kenaikan tarif PPN akan memiliki dampak yang amat luas, mulai dari pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi hingga ekspor-impor akan turun.

"Kita perlu cermati, kenaikan tarif PPN ini akan membuat kontraksi perekonomian. tidak hanya dari sisi konsumsi, tapi juga ekspor, impor, maupun pertumbuhan ekonomi," ujarnya dalam diskusi virtual Indef berjudul Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat, Kamis, 12 September.

Esther menyampaikan hal tersebut berdasarkan perhitungan Indef pada tahun 2021 dimana jika terdapat kenaikan PPN sebesar 12,5 persen maka menyebabkan upah riil masyarakat turun 5,86 persen, IHK juga terkontraksi 0,84 persen, pertumbuhan GDP terkontraksi 0,11 persen, konsumsi masyarakat akan melambat 3,32 persen, ekspor juga terkontraksi 0,14 persen dan impor terkontraksi 7,02 persen.

"Kenaikan tarif ini membuat perekonomian terkontraksi artinya upah nominal juga akan turun, artinya income riil turun, kemudian dari inflasi IHK akan terkontraksi menjadi minus, kemudian PDB atau pertumbuhan juga akan turun, konsumsi masyarakat akan turun, ekspor dan impor juga akan turun," jelasnya.

Menurut Esther pada saat Pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo pada januari 2025 tarif PPN rencana akan dinaikan jadi 12 persen jadi kurang lebih angkanya sekitar perkiraan dari Indef sebelumnya.

Sebelumnya, Sebagai informasi, berdasarkan pasal 7 UU No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) menyebutkan kenaikan PPN menjadi 12 persen berlaku berlaku paling lambat 1 Januari 2025 mendatang, setelah kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara soal implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen per 1 Januari 2025.

"PPN 12 persen sudah dibahas ini juga termasuk fatsun politik UU HPP yang kita semua bahas udah setuju namun kita hormati pemerintah baru," terangnya saat rapat kerja dengan Komisi XI di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa 19 Maret 2024.

Menurut Sri Mulyani, pemerintah baru berhak mengubah kebijakan tersebut yang sudah disepakati sebelumnya dan dapat disesuaikan dengan arah dan kebijakan yang dijanjikan ketika kampanye.

"Jadi kalau target PPN tetap 11 persen, nanti disesuaikan," jelasnya.

Selain itu, Sri Mulyani menyampaikan akan merancang APBN 2025 sesuai batasan yang sudah diatur pada UU Keuangan Negara. Yaitu APBN akan dirancang dalam bentuk garis dasar, artinya hanya memuat belanja wajib dan rutin pemerintah. Sehingga dari postur tersebut akan terlihat ruang fiskal yang bisa dimanfaatkan pemerintah baru di tahun pertama.

"Kami akan signalkan ruang fiskalnya sebesar apa," katanya.