Bagikan:

JAKARTA - Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) memutuskan untuk melakukan pembagian dividen sebesar Rp12,1 triliun atau setara 65 persen dari total laba bersih yang diperoleh perseroan pada 2020 yang berjumlah Rp18,65 triliun.

Adapun, 35 persen sisa laba bersih atau sekitar Rp6,5 miliar bakal dialokasikan bagi saldo ditahan guna memperkuat struktur kinerja keuangan pada tahun ini.

Wakil Direktur Utama Bank BRI Catur Budi Harto mengatakan penetapan tersebut sesuai dengan kesepakatan bersama seluruh pemegang saham perseroan.

“Dividen akan dibayarkan secara proporsional sesuai dengan daftar daftar pemegang saham pada tanggal pencatatan,” ujarnya secara virtual, Kamis, 25 Maret.

Catur menambahkan, negara sebagai pemegang saham mayoritas BRI disebutnya menjadi pihak yang menerima dividen terbanyak dengan porsi 56,75 persen dari seluruh dividen yang dibagikan perseroan atau sekitar Rp6,8 triliun.

Sebagai informasi, kinerja bank dengan kapitalisasi aset terbesar di Indonesia itu cukup tertekan pada sepanjang tahun lalu. Faktor pendemi dinilai menjadi penyebab utama tertahannya laju bisnis BRI, khususnya di sektor penyaluran kredit.

Tercatat, laba bank bersandi saham BBRI itu mengalami penurunan laba bersih sebesar 45,4 persen year-on-year (y-o-y) pada 2020 menjadi Rp Rp18,65 triliun. Sedangkan laba bersih perseroan pada 2019 disebutkan berjumlah Rp34,3 7 triliun.

Adapun, nilai dividen yang dibagikan BRI untuk periode bisnis 2019 sebesar Rp 20,6 triliun atau 60 persen dari bukuan cuan yang diperoleh pada tahun yang sama.

Kontraksi kinerja BRI pada 2020 banyak disumbang oleh pendapatan bunga bersih (net interest margin/NIM) yang terpapas 3 persen menjadi Rp79,2 triliun y-o-y.

“Kondisi perekonomian pada 2020 cukup menantang. Pandemi membuat peta sosial, kesehatan, dan ekonomi berubah. Namun, kami masih bisa menyelamatkan nasabah utama kami, yakni UMKM dengan memberi beragam kemudahan,” tuturnya.

Lebih lanjut, bos BRI tersebut mengungkapkan keputusan menyebar dividen kepada shareholder telah didasari oleh analisis pertumbuhan bisnis perseroan agar dapat tetap sustainable.

“Kami menjaga rasio permodalan agar tetap sehat dengan pula pertimbangan ekspansi serta antisipasi risiko di kemudian hari,” katanya.

BRI sendiri mematok angka rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) di level lebih tinggi dari 18 persen sesuai dengan aturan Basel III.

“Kami percaya BRI masih mempunyai ruang untuk tumbuh pada tahun ini dan tahun-tahun selanjutnya,” tutup Catur.