Bagikan:

JAKARTA - Holding BUMN Perkebunan, PT Perkebunan Nusantara III atau PTPN III menargetkan dapat meningkatkan lahan sawit kelolaannya hingga mencapai 700.000 hektare dalam 10 tahun ke depan.

Peningkatan tersebut seiring dengan terbentuknya subholding PalmCo.

Direktur Utama PTPN III Mohammd Abdul Ghani mengatakan, subholding PalmCo dibentuk khusus untuk mengurus komoditi kalapa sawit.

“Target kami 10 tahun ke depan kita akan memperluas tanaman kelapa sawit kami dari sekarang 550.000 menjadi 700.000 hektare,” ujarnya dalam rapat dengan Komisi VI DPR, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Selasa, 25 Juni.

Ghani mengatakan, perluasan lahan tersebut didapat dari konversi kebun karet ke kelapa sawit yang dimilik perusahaan di daerah Sulawesi.

“Dari mana 700.000 hektare? kami akan melakukan konversi karet kami dan lempeng yang kosong di 14 Sulawesi untuk kelapa sawit,” jelasnya.

Ghani menekankan, langkah ini diambil sebagai upaya perusahaan untuk mendukung kemandirian energi baru terbarukan di dalam negeri.

“Itu sebagian untuk memper kuat supaya ke depan kemandirian energi terbarukan,” tuturnya.

Sekadar informasi, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi menggabungkan 13 perusahaan di bawah Holding Perkebunan Nusantara, menjadi dua Sub Holding, yakni PalmCo dan SupportingCo.

PalmCo dibentuk melalui penggabungan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI dan XIII ke dalam PTPN IV sebagai surviving entity dan pemisahan tidak murni PTPN III (Persero) ke dalam PTPN IV.

Sedangkan Subholding SupportingCo dibentuk melalui penggabungan PTPN II, VII, VIII, IX, X, XI, XII, dan XIV ke dalam PTPN I. Keduanya diresmikan pada Jumat, 1 Desember lalu.

Dengan penggabungan ini, PalmCo diharapkan menjadi perusahaan sawit terbesar di dunia dari sisi luas lahan, yaitu mencapai lebih dari 600.000 hektare pada 2026, dan akan menjadi pemain utama industri sawit dunia.

Sehingga mampu meningkatkan produksi CPO nasional dan minyak goreng dalam negeri.

Bahkan, PTPN memperkirakan, produksi minyak gorengnya akan meningkat dari 460.000 ton per tahun di 2021 menjadi 1,8 juta ton per tahun atau empat kali lipat di 2026.