Bagikan:

JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai terdapat beberapa dampak terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 jika ada penambahan Pagu Indikatif untuk seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) tersebut jika disetujui.

Salah satunya ruang fiskal untuk program-program dari presiden dan wakil presiden baru akan sempit kedepannya.

"Pada umumnya, pada saat masa transisi pemerintahan, diperlukan ruang fiskal yang cukup untuk bisa mengakomodir program presiden dan wakil presiden terpilih yang baru akan dilantik pada bulan Oktober nanti, termasuk melalui APBN-P di awal tahun 2025 nanti," jelasnya kepada VOI, Kamis, 13 Juni.

Menurut Josua, terlebih lagi saat ini pembahasan mengenai prioritas pembangunan pemerintahan baru melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga masih dalam tahap pembahasan dan baru akan disahkan pada awal tahun 2025.

Josua menyampaikan, selain mengakibatkan terbatasnya ruang fiskal, penambahan pagu indikatif tersebut juga berpotensi dapat meningkatkan defisit fiskal.

"Jika seluruh usulan kenaikan anggaran tersebut disetujui dan tanpa ada realokasi pagu dari kementerian dan lembaga lainnya, maka bisa dipastikan total anggaran akan meningkat dan tanpa kenaikan pendapatan, maka defisit APBN akan melebar di tahun 2025," ujarnya.

Namun demikian, Josua menilai, kenaikan anggaran tersebut juga harus melihat urgensi dari program yang ditawarkan.

Jika memang program tersebut penting untuk pembangunan Indonesia, maka kenaikan tersebut dapat diwajarkan.

Sementara terkait dengan kondisi APBN ke depannya, Josua menilai diperlukan upaya yang lebih dari pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatan negara untuk bisa mengimbangi pengeluaran yang akan terjadi, termasuk di antaranya melalui pencarian sumber alternatif pendanaan dan reformasi perpajakan.