JAKARTA - Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi jika situasi geopolitik di Timur Tengah semakin memanas dan berlanjut akan berdampak pada kondisi ekonomi Indonesia.
Josua menjelaskan saat situasi geopolitik di Timur Tengah semakin memanas antara Iran dan Israel berlanjut akan membuat harga minyak dunia melonjak sehingga menimbulkan ancaman inflasi global yang tinggi dan membayangi perekonomian global.
Oleh sebab itu, menurut Josua negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia dapat mengalami peningkatan tekanan inflasi impor.
"Dengan melemahnya ekonomi global dan normalisasi harga komoditas, yang berdampak negatif pada kinerja ekspor, surplus neraca perdagangan Indonesia dapat dengan cepat berubah menjadi defisit, sehingga memicu pelebaran defisit transaksi berjalan dan memberikan tekanan pada nilai tukar Rupiah," tuturnya kepada VOI, Rabu, 17 April.
Selain itu, Josua menyampaikan kenaikan harga minyak mentah dunia juga dapat memberikan tekanan fiskal bagi Indonesia karena kebijakan fiskal akan bertindak sebagai peredam guncangan melalui subsidi energi dan kompensasi.
Menurut Josua situasi ini dapat menyebabkan defisit fiskal yang melebar di tengah menurunnya penerimaan negara akibat normalisasi harga komoditas, sehingga meningkatkan pembiayaan anggaran, yang pada akhirnya dapat meningkatkan imbal hasil obligasi Indonesia.
Oleh sebab itu, menurut Josua munculnya kembali ancaman inflasi global dapat menghalangi bank-bank sentral utama untuk memangkas suku bunga kebijakan mereka.
"The Fed mungkin akan terus mempertahankan kebijakan higher-for-longer secara terus menerus jika inflasi terus berada di atas target 2 persen karena kenaikan harga energi," tuturnya.
BACA JUGA:
Josua menyampaikan tingginya suku bunga kebijakan global, ditambah dengan tekanan inflasi domestik dan defisit transaksi berjalan yang melebar, akan mempersempit ruang gerak BI untuk menurunkan BI-rate dalam waktu dekat.
Disisi lain, Josua menyampaikan naiknya tingkat inflasi akan menurunkan daya beli masyarakat yang akan berdampak pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Ruang kebijakan fiskal yang menyempit akibat pelebaran defisit akan membatasi belanja pemerintah yang produktif.
Josua mengatakan ruang kebijakan moneter yang menyempit juga dapat menekan kondisi likuiditas perekonomian, termasuk perbankan, sehingga suku bunga sulit turun, sehingga dapat meningkatkan biaya pinjaman bagi dunia usaha, dan berujung pada melambatnya kegiatan investasi.
"Kenaikan harga minyak dunia juga akan melemahkan ekspor neto. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat terancam melemah atau melambat," pungkasnya.