Bagikan:

JAKARTA - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan menyebutkan bahwa tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak signifikan mempengaruhi peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara di Bali.

“Karena terkompensasi dengan potensi semakin mahal biaya di hotel, biaya makanan, tiket karena biaya BBM,” kata Abdul di Denpasar, Bali, dikutip dari Antara, Rabu 17 April.

Menurut dia, dalam jangka pendek ini pelemahan nilai tukar rupiah mendorong peningkatan harga karena beberapa komponen kebutuhan pariwisata juga didukung sejumlah produk impor.

Selain itu, tren melemahnya nilai tukar rupiah berpotensi meningkatkan biaya untuk tiket transportasi udara karena pengaruh harga BBM avtur.

Sementara itu, wisatawan domestik, lanjut dia, juga berpotensi melakukan pengereman belanja khususnya untuk berwisata karena sejak tahun lalu inflasi yang tinggi dari bahan makanan.

Di sisi lain, ia berharap pelaku usaha pariwisata tak langsung menyesuaikan tarif namun perlu dilakukan secara bertahap agar konsumen tidak terkejut.

“Jadi tahapan itu perlu dilakukan secara gradual, tidak perlu langsung eksekusi (kenaikan harga) ke level tertinggi nanti bisa membuat konsumen itu shock,” katanya.

Pariwisata Bali, menurut dia, sudah memiliki nama besar di kalangan pelancong dunia sehingga keramahan dan budaya yang khas harus dipertahankan, selain didukung alam yang menarik.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Rabu ini dibuka turun dipengaruhi oleh data inflasi Indeks Harga Konsumen Amerika Serikat (AS) Maret 2024 yang naik dengan capaian di atas Rp16 ribu per dolar AS.

Pada awal perdagangan Rabu pagi, rupiah tergelincir 76 poin atau 0,47 persen menjadi Rp16.252 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.176 per dolar AS.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menekankan pihaknya selalu berada di pasar untuk menjaga stabilisasi nilai tukar rupiah, di tengah eskalasi konflik global yang terjadi saat ini.

“BI selalu berada di pasar dan kami akan pastikan stabilisasi nilai tukar akan terjaga, kami terus melakukan intervensi baik di spot maupun Non Delivery Forward (NFD)," ujar Perry di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa 16 April.

Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali jumlah wisman di Bali pada 2023 mencapai 5,27 juta atau naik 144 persen jika dibandingkan 2022 mencapai 2,1 juta orang.

Capaian kunjungan wisman itu mendekati realisasi pada 2019 atau sebelum pandemi COVID-19 yang menyentuh 6,3 juta wisman. Sedangkan kunjungan wisman hingga Februari 2024, BPS Bali mencatat sebanyak 874 ribu orang atau naik 33,5 persen dibandingkan periode sama 2023 mencapai 655 ribu orang.