Bagikan:

JAKARTA - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan bahwa keterbatasan dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu tantangan bagi sektor jasa keuangan (SJK) untuk mengimplementasikan aspek enviromental, social and governance (ESG).

“Beberapa hal yang menjadi tantangan di dalam pengembangan implementasi dari ESG ini adalah keterbatasan dan kapasitas dari SDM yang memang memahami baik dan mumpuni di dalam bidang yang penting ini, maupun juga keterbatasan data seperti data terkait emisi maupun perubahan iklim dan lain-lain,” kata Mahendra dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Bulanan Mei 2024 di Jakarta, dikutip dari Antara, Selasa 11 Juni.

Di sisi lain, menurut Mahendra, ini merupakan tantangan yang harus direspon dengan tepat sehingga ESG betul-betul dapat dilaksanakan dengan lebih baik di Indonesia. Dalam konteks internasional, dia mengingatkan bahwa Indonesia juga ikut dalam proses penetapan ESG di tingkat regional maupun global sehingga Indonesia berkepentingan untuk menerapkan standar itu secara lebih efektif.

Terkait pengimplementasiannya, OJK terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas dan SDM di sektor jasa keuangan (SJK) karena merupakan amanat dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Kemudian, OJK juga bekerja sama dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), baik dari dalam maupun luar negeri, untuk memberikan pendampingan kepada lembaga jasa keuangan (LJK) yang ingin menerapkan instrumen-instrumen keuangan yang mendukung aspek berkelanjutan.

“Secara paralel, tentu OJK melakukan koordinasi yang baik dengan kementerian dan lembaga terkait dalam rangka menutup kekurangan ataupun menyediakan data dan informasi pendukung yang masih dirasakan kurang,” kata Mahendra.

Hal lain yang secara konkret sudah dilakukan OJK antara lain pengembangan taksonomi keuangan berkelanjutan Indonesia sebagai pedoman klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya dan tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia yang mencakup seluruh aspek dalam ESG bahkan lebih luas lagi.

“Untuk pengembangan selanjutnya, beberapa inisiatif lain termasuk upaya untuk menetapkan disclosure standard yang dicanangkan secara internasional oleh International Sustainability Standards Board (ISSB), International Financial Reporting System (IFRS) sehingga apa yang kita lakukan di Indonesia ini memiliki standar dan kemampuan interoperability-nya dengan internasional,” kata Mahendra.

Implementasi ESG dalam kerangka keuangan berkelanjutan, imbuh Mahendra, tentu harus memperoleh dukungan semua pihak terutama konsumen. Tuntutan, permintaan, dan standar dari konsumen pada gilirannya akan mendorong perusahaan-perusahaan termasuk di sektor jasa keuangan (SJK) merespon hal itu dengan lebih kuat lagi.

“Dalam kaitan ini, tentu kami berharap keseluruhan ekosistem ini pada gilirannya akan memperkuat momentum kita untuk melaksanakan ESG dengan lebih cepat lagi juga berdasarkan kebutuhan dan tuntutan dari konsumen maupun para stakeholders,” kata Mahendra.