JAKARTA - Komisaris Badan Pengelolaan Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Heru Pudyo Nugroho menjelaskan program ini dilakukan demi menekan angka kepemilikan rumah yang dalam catatan mencapai 9,95 juta orang atau keluarga. Untuk itu, program ini dinilai perlu untuk dilancarkan.
"Ini konsekuensi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014, Pak Kepala Staf Kepresidenan (Moeldoko) sudah menyampaikan kesenjangan kepemilikan rumah ini sangat tinggi, saat ini 9,95 juta orang atau keluarga tidak memiliki rumah. Sementara kemampuan pemerintah dengan berbagai skema subsidi dan fasilitas pembiayaan menyediakan kurang lebih 250 ribu rumah," ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Staf Presiden (KSP), di Jakarta, Jumat, 31 Mei.
Heru menyampaikan hingga saat ini terdapat 12 provinsi yang masyarakatnya masih kesulitan mendapatkan rumah dengan harga yang terjangkau.
"Di beberapa provinsi yang populasinya tinggi seperti Jawa dan Bali angka keterjangkauan residensialnya sudah di atas lima atau sangat tidak terjangkau. Permasalahan ini terjadi di hampir semua segmen baik masyarakat berpendapatan rendah (MBR), kelas menengah maupun pekerja kelas atas," tuturnya.
Heru menyampaikan terdapat selisih sekitar Rp1 juta bila menjadi peserta Tapera dibandingkan menyicil rumah secara komersil. Ia mencontohkan jika seseorang mengambil Kredit Perumahan Rakyat (KPR) lewat komersil angsurannya mencapai Rp3,1 juta. Sementara bila menjadi peserta Tapera hanya mengangsur sebesar Rp2,1 juta.
"Kalau KPR Tapera itu hanya Rp2,1 juta per bulan itu sudah termasuk tabungan sebelum mendapat benefit atau manfaat, peserta harus nabung untuk menunjukkan kemampuan kapasitasnya dalam mengangsur," ujarnya.
Heru menjelaskan Tapera hadir untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mendapatkan rumah dengan mendapatkan suku bunga flat sebesar 5 persen. Sementara jika mengambil cicilan KPR komersil bunganya bisa mencapai 11 persen dengan tenor masing-masing selama 20 tahun.
SEE ALSO:
"Jadi secara tidak langsung dengan menjadi peserta Tapera dia nabung setahun, mengajukan KPR itu meningkatkan bankability dari peserta. Benefit ini lebih hemat sekitar Rp 1 juta per bulan dibanding KPR komersial yang kita pergunakan untuk kebutuhan2 lainnya dari peserta," pungkasnya.
Sebagai informasi, kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ketentuan ini, mewajibkan pekerja untuk membayarkan iuran perumahan rakyat sebesar 2,5 persen dari upah dan 0,5 persen dibayarkan oleh pemberi kerja. Iuran Tapera efektif berlaku paling lambat tujuh tahun setelah penetapannya atau pada tahun 2027.