JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ungkapkan perekonomian global masih akan dipenuhi ketidakpastian akibat oleh ketegangan geopolitik.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan stabilitas sektor jasa keuangan hingga 30 April 2024, tetap terjaga.
Hal ini turut berkontribusi dalam mempertahankan kinerja perekonomian nasional di tengah masih tingginya ketidakpastian global.
"Stabilitas jasa keuangan nasional masih terjaga dengan kinerja intermediasi yang kontributif dan didukung oleh likuiditas yang memadai serta permodalan yang kuat di tengah ketidakpastian global," ujarnya dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil RDK Bulanan April 2024, Senin, 13 Mei.
Mahendra menyampaikan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat melambat sebesar 1,6 persen pada kuartal I 2024. Angka ini turun jika dibandingkan pada kuartal IV 2023 sebesar 3,4 persen. Hal ini disebabkan oleh peningkatan impor secara signifikan.
Kendati demikian, Mahendra menilai kinerja ekonomi AS masih menunjukkan tanda-tanda penguatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekspektasi semula.
"Hal ini mendorong kembalinya ekspektasi suku bunga higher for longer menjadi menurun. Artinya perkiraan terjadinya pemotongan tingkat Fed Fund Rate dalam waktu dekat berkurang," ungkapnya.
Sementara berbeda dengan The Fed, Mahendra mengatakan Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England (BoE) dihadapkan pada dilema antara pertumbuhan ekonomi rendah dan inflasi yang masih tinggi di kawasan Eropa.
Namun, konsensus dan ekspektasi pasar berharap ECB maupun BoE akan menurunkan suku bunga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
BACA JUGA:
Mahendra mengatakan, perekonomian domestik, inflasi mengalami peningkatan yang mengindikasikan pemulihan permintaan dalam periode pemilu dan bulan Ramadan.
Kinerja manufaktur juga mengalami peningkatan kinerja didorong oleh naiknya volume pesanan.
Adapun pertumbuhan ekonomi dalam negeri pada kuartal I 2024 sebesar 5,11 persen atau lebih tinggi dibandingkan pada kuartal IV 2023 yang sebesar 5,04 persen.
Pertumbuhan ini didorong oleh konsumsi nonprofit yang melayani rumah tangga dengan kenaikan 24,3 persen dan konsumsi pemerintah sebesar 19,9 persen (YoY).
"Ke depan perlu dicermati normalisasi pertumbuhan ekonomi seiring berakhirnya Pemilu dan Ramadan, serta normalisasi harga komoditas yang menekan kinerja ekspor," tuturnya.