Bagikan:

JAKARTA - Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan membebastugaskan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendi usai dipemeriksa secara internal.

Pemeriksaan ini menindaklanjuti laporan dari Pengacara Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm, Andreas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang menuding Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy memiliki harta kekayaan yang tidak wajar hingga Rp60 miliar, dan tidak memasukkan seluruh harta kekayaan miliknya dalam LHKPN.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea dan Cukai, Nirwala Dwi Heryanto menyampaikan Rahmady sudah dibebastugaskan dari jabatannya sebagai Kepala Bea Cukai Purwakarta sejak 9 Mei 2024 untuk mempermudah pemeriksaan lanjutan.

"Atas dasar hasil pemeriksaan internal tersebut, yang bersangkutan sudah dibebastugaskan terhitung sejak 9 Mei lalu untuk mempermudah proses pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," katanya dalam keterangannya, Senin, 13 Mei.

Nirwala menyampaikan Bea Cukai telah melakukan pemeriksaan internal terhadap pejabat yang bersangkutan dan hasil pemeriksaan tersebut menemukan indikasi terjadinya benturan kepentingan yang juga turut melibatkan keluarga yang bersangkutan.

Adapun, Pengacara Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm, Andreas, mendatangi kantor Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk melanjutkan pengaduannya terhadap salah satu petinggi Bea Cukai yang diduga tidak melaporkan seluruh harta kekayaan dalam LHKPN ke Inspektorat Jenderal Kemenkeu.

Menurut Andreas, pelaporan tersebut sebagai pelengkap laporan yang telah dilayangkan ke KPK pada 22 April 2024 terkait ketidak wajaran LHKPN Rahmady.

"Kami mengfollow up surat kami yang pernah kami kirim kepada Ibu Menteri Keuangan, terus hari ini kami memasukkan lagi surat ke irjen Kementrian Keuangan untuk perkara yang kami laporkan baik di kpk dan terakhir di kantor instansi terkait. Jadi untuk minta update perihal tersebut," jelasnya di Kementrian Keuangan, Senin, 13 Mei.

Andreas mengatakan masalah ini bermula ketika Rahmady memberikan pinjaman sebesar Rp7 miliar untuk melakukan bisnis ekspor impor pupuk dengan Wijanto Tirtasana pada 2017 dengan syarat agar istri Rahmady dijadikan komisaris utama dan pemegang saham 40 persen.

Namun, Rahmady tidak memasukkan harta kekayaannya dan pinjaman uang tersebut ke LHKPN.

Padahal pada 2017, menurut Andreas, LHPKN Rahmady tidak wajar karena terakhir dilaporkan pada 31 Desember 2022.

Hanya melaporkan sebesar Rp6,39 miliar, naik sedikit dibandingkan dari tahun sebelumnya senilai Rp5,65 miliar.

"Jadi yang kami pertanyakan Rp7 miliar ini didaftarkan enggak ke LHKPN," tuturnya.

Selain itu, Andreas turut mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan Kementrian Keuangan untuk mempermudah pemeriksaan lebih lanjut.

"Kami apresiasi atas dari kinerja kementrian keuangan, namun di samping itu juga saya rasa momen tepat ibu sri mulyani selaku mentri keuangan untuk bersih-bersih di jajaran nya karena dalam 1 hingga 2 tahun terakhir ini jajarannya banyak yang terlibat masalah," jelasnya.

Sebelumnya, Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta, Jawa Barat, Rahmady Effendi Hutahaean telah buka suara terkait dirinya yang dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran memiliki harta kekayaan sebesar Rp60 miliar.

”Saya dituduh melakukan intimidasi, mengancam bahkan memeras. Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Saya disomasi dengan ancaman, antara lain akan dilaporkan ke KPK, Kementerian Keuangan, Kepolisian, dan lain-lain, lalu dibangun opini lewat media yang tidak ada kaitan dengan posisi saya sebagai penyelenggara negara,” kata Rahmady dalam keterangannya, Selasa, 7 Mei.

Menurut Rahmady, laporan terhadap dirinya ke KPK dan Polda Metro yang dilakukan Wijanto Tirtasana melalui kuasa hukumnya hanyalah trik untuk lari dari tanggung jawab.

”Pemicunya pada 6 November 2023, Sdr. Wijanto dilaporkan ke Polda Metro dengan dugaan melakukan serangkaian tindak pidana ketika menjabat CEO perusahaan trading PT Mitra Cipta Agro,” tutur Rahmady.

Terkait PT Mitra Cipta Agro, istri Rahmady yaitu Margaret Christina menjelaskan, sepenuhnya adalah perusahaan swasta yang ia dirikan bersama teman-teman pada 2019.

Ketika itu, para pemegang saham sepakat menunjuk Wijanto Tirtasana sebagai CEO.

”Wijanto kami angkat, salah satunya dengan pertimbangan yang bersangkutan cukup mumpuni untuk menjalankan perusahaan,” kata Margaret.

Menurut Margaret, pada saat itu laporan keuangan perusahaan terdapat perekayasaan seolah perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Padahal omset penjualan perusahaan meningkat tajam dan berdasarkan pemeriksaan internal, Wijanto diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum.

”Yakni, pemalsuan surat dengan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik, juga tindak pidana penggelapan dan pencucian uang,” urai Margaret.

Atas dasar itu, Margaret melaporkan Wijanto ke Polda Metro Jaya dengan Laporan Polisi nomor LP/B/6652/XI/2023/SPKT/Polda Metro Jaya, tertanggal 6 November 2023. Dalam Laporan Polisi tersebut, Wijanto disebut melanggar Pasal 263 dan/atau Pasal 266 dan/atau Pasal 374 KUHP dan/atau Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

”Info yang kami terima, proses penyelidikan masih terus berjalan bahkan sudah naik ke tahap Penyidikan,” kata Margaret.