Bagikan:

JAKARTA  - PT Bank Tabungan Negara Tbk. (BTN) memutuskan untuk menurunkan suku bunga kredit hingga mencapai 270 basis poin (bps). Langkah strategis ini berlaku bagi semua segmentasi pembiayaan, yakni kredit korporasi, kredit ritel dan kredit konsumsi.

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan kebijakan yang diambil perseroan merupakan respon dari arahan Bank Indonesia (BI) yang memangkas suku bunga acuan menjadi 3,5 persen pada Februari lalu.

“Kami berharap penurunan bunga kredit BTN bisa mendorong permintaan perumahan yang menjadi produk andalan kami,” katanya seperti yang dilansir dari Kontan belum lama ini.

Menurut Nixon, sektor perumahan dianggap mempunyai efek berganda hingga kepada 174 sektor lain. Untuk itu, BTN sebagai bank dengan spesialisasi properti dinilai bisa memberikan dampak positif atas penyesuaian interest sebagaimana yang telah ditetapkan oleh BI.

Dalam catatan Nixon, potongan kredit pemilikan rumah (KPR) menjadi yang paling besar dengan 270 bps.

Diikuti kemudian segmen korporasi lewat suku bunga dasar kredit (SBDK) yang turun 190 bps dari 9,9 persen pada Desember 2020 menjadi 8 persen pada Februari 2021.

Lalu, di segmen kredit ritel turun 165 bps dari 9,9 persen pada Desember 2020 menjadi 8,25 persen pada Februari 2021.

Kemudian, kredit konsumsi terjadi penurunan SBDK hingga 270 bps dari 9,95 persen pada Desember 2020 menjadi 7,25 persen pada Februari 2021.

Adapun, SBDK non-KPR juga dipangkas sebesar 250 bps dari 11,25 persen pada Desember 2020 menjadi 8,75 persen di Februari 2021.

Terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta kalangan pelaku industri perbankan untuk segera mentransmisikan penurunan bunga BI.

Pasalnya, kesigapan bank dalam memangkas bunga dinilai dapat mendorong permintaan kredit yang selama ini terkontraksi akibat dampak pandemi.

“Kita akan komunikasikan kepada perbankan untuk segera mengaplikasikan arahan BI yang telah menurunkan suku bunga acuan dan lending rate,” tuturnya.

Untuk diketahui, rata-rata bunga kredit perbankan kini masih bertengger di kisaran 10 persen. Hal tersebut cukup kontras dengan acuan yang dirilis otoritas moneter dengan besaran 3,5 persen.