Bagikan:

JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan, kenaikan suku bunga acuan hanya sebagai peredam sementara terhadap pelemahan rupiah dalam jangka pendek.

"Kenaikan suku bunga cuma obat parasetamol untuk redam pelemahan rupiah jangka pendek," ujar Bhima dalam keterangannya dikutip Kamis, 25 April.

Menurut Bhima, dengan kenaikan suku bunga sebesar 50 basis poin tidak akan mampu untuk mencegah pelemahan rupiah, apalagi tidak menaikkan suku bunga tersebut.

"Ya kalau mau pakai suku bunga terus jangankan 25 bps, sebanyak 50 bps saja belum cukup cegah pelemahan rupiah," ujarnya.

Sementara, Bhima menyampaikan efek dari kenaikan bunga acuan membuat masyarakat makin terbebani, lantaran pembelian rumah dan kendaraan bermotor sebagian besar pakai fasilitas kredit.

Selain itu, menurutnya, kenaikan bunga acuan juga membuat kredit konsumsi lainnya mengalami pelambatan.

"Bunga di Indonesia sudah tinggi ditambah naiknya suku bunga acuan BI makin tinggi lagi," tuturnya.

Sebab itu, kata Bhima, pendapatan masyarakat yang dialokasikan untuk bayar cicilan kredit bisa semakin besar porsinya dan mengurangi alokasi pembelian barang lainnya.

Bhima menyampaikan, untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah harus segera mengeluarkan paket kebijakan fiskal yang berisi stimulus ke sektor ritel terutama menunda pemberlakuan PPN 12 persen pada 2025.

"Memperbesar subsidi bunga KUR (Kredit Usaha Rakyat), den memperbesar alokasi dana perlindungan sosial," pungkasnya.