JAKARTA - Pergerakan Rupiah, IHSG, dan obligasi mengalami tekanan pada awal perdagangan usai libur Lebaran 2024.
Hal ini akibat dari sentimen negatif global yang diakibatkan karena krisis Timur Tengah yang kembali memanas dengan adanya konflik terbuka saat ini yaitu antara Iran dengan Israel.
Chief Investment Officer PT BRI Manajemen Investasi (BRI-MI) Herman Tjahjadi menjelaskan, tren inflasi AS yang sedikit menanjak dan ketegangan Israel dan Iran ini menyebabkan menguatnya kembali mata uang dollar yang dianggap sebagai instrumen safe haven oleh para investor global.
"Mata uang dolar menguat terhadap semua mata uang negara-negara berkembang dan rupiah pun terkoreksi ke level sekitar Rp16.200. Hal ini mengakibatkan pasar saham maupun pasar obligasi domestik menghadapi koreksi pasca libur Lebaran 2024,” jelasnya dalam keterangannya, Rabu, 24 April.
Dalam menghadapi ketidakpastian yang tinggi di pasar, Herman menyarankan para investor untuk melakukan diversifikasi portofolio untuk mengoptimalkan nilai investasi dalam jangka panjang di tengah situasi geopolitik saat ini.
“Kami menyarankan agar investor dapat mengambil strategi konservatif dalam masa-masa ketidakpastian global ini dengan berinvestasi ke dalam produk konservatif seperti Reksa Dana pasar uang. Untuk investor yang memiliki resiko profil lebih tinggi, bisa tetap melalukan investasi secara bertahap ke dalam Reksa Dana pendapatan tetap dan/atau campuran sambil tetap memonitor kondisi perkembangan geopolitik,” ujar Herman.
Meskipun tensi geopolitik sangat tinggi pada saat ini, secara jangka panjang, Herman melihat pasar modal Indonesia masih memiliki prospek yang positif seiring pertumbuhan ekonomi yang masih positif sekitar 5 persen di tahun 2024 dan lebih dari 5 persen per tahun di beberapa tahun mendatang, seiring reformasi ekonomi dan hilirisasi pembangunan yang berkelanjutan.
"Prospek positif jangka panjang ini juga yang menyebabkan CEO Apple Inc, Tim Cook, datang ke Indonesia dan bertemu dengan Presiden Jokowi pada hari Rabu (17 April 2024)," tuturnya.
Berdasarkan kondisi terkini, BRI-MI merekomendasikan dua produk yaitu Reksa Dana BRI Seruni Pasar Uang II (SPU II) untuk investor konservatif, dan Reksa Dana Campuran yaitu Reksa Dana BRI Anggrek Fleksibel bagi investor yang memiliki profil risiko yang lebih tinggi sebagai diversifikasi produknya.
Sebagai informasi, Reksa Dana SPU II menawarkan tingkat pendapatan bersaing dengan tetap mempertahankan nilai modal investasi dan menjaga kestabilan likuiditas, dengan Investasi 100 persen (Seratus per Seratus) pada Instrumen Pasar Uang dalam negeri dan/atau Efek Bersifat Utang. Adapun SPU II merupakan produk unggulan sinergi Perseroan di BRI Group.
Sementara itu, Reksa Dana Anggrek Fleksibel menawarkan pertumbuhan nilai investasi yang optimal dalam jangka panjang, namun tetap memberikan pendapatan yang memadai.
BACA JUGA:
Anggrek Fleksibel diinvestasikan maksimum 79 persen ke dalam Efek Ekuitas, maksimum 79 persen ke dalam Efek Utang serta maksimum 79 persen ke dalam Instrumen Pasar Uang, di mana dalam portofolio Reksa Dana tersebut wajib terdapat Efek Bersifat Ekuitas dan Efek Bersifat Utang.
Terakhir, investor dapat melakukan pembelian produk Reksa Dana di atas di aplikasi digital yaitu InvestASIK, BRIGHTS atau di gerai APERD rekanan BRI-MI lainnya, yang sangat terjangkau dengan minimal pembelian sebesar Rp10 ribu. Untuk informasi lebih lanjut mengenai produk Reksa Dana BRI-MI, kunjungi Instagram resmi BRI-MI di @reksadana.bri.