JAKARTA - Di tengah ketidakpastian global akibat konflik Iran dan Israel, Pemerintah ungkapkan tidak akan terlalu reaktif merespons konflik dari ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah Indonesia tidak perlu reaktif merespons konflik di Timur Tengah, dan memastikan akan terus menjaga stabilitas ekonomi dan pasar keuangan domestik dari dampak rambatan konflik itu.
"Kita tidak perlu reaktif karena dari segi Iran sendiri men-denial, menteri luar negerinya mengatakan itu bukan dari Israel, jadi kita monitor saja dan kita tidak perlu reaktif," kata Airlangga saat ditemui di kantornya, Jakarta, Jumat, 19 April.
Menurut Airlangga, gejolak di pasar keuangan yang terjadi bukan disebabkan permasalahan ekonomi dalam negeri melainkan hanya reaksi pasar terhadap ketegangan konflik di Timur Tengah.
"Dampak itu kan bukan sehari. kita lihat walaupun market bereaksi negatif di berbagai negara kan memang turun, bukan hanya di Indonesia. Jepang juga, kemudian juga negara-negara tetangga, ya kita monitor saja," tuturnya.
Menurut Airlangga negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat sudah menyatakan tidak mau terlibat. Begitu juga dengan Yordania, Mesir, dan Arab Saudi akan berupaya untuk menghindari eskalasi konflik.
“Negara-negara Timur Tengah lain juga enggak ada kepentingannya jadi semua menahan diri, jadi kita lihat aja, jangan kita yang reaktif sendiri,” tutur Airlangga.
Airlangga menegaskan pemerintah terus melakukan langkah antisipasi agar konflik di Timur Tengah agar tidak memberikan dampak rambatan terhadap laju perekonomian nasional.
“Kalau kita monitor saja yang penting kalau range kan tergantung supply dan demand jadi dalam situasi seperti ini kalau tidak ada kepentingan untuk beli dolar ya jangan dibeli, karena kan kita harus jaga kebutuhan mendatang,” ujarnya.
BACA JUGA:
Airlangga menegaskan pemerintah akan mengoptimalkan peran anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk meredam dampak ketegangan geopolitik tersebut berdasarkan pengalaman sebelumnya saat konflik Rusia-Ukraina dan pada masa pandemi COVID-19.
“Perang yang paling dahsyat itu saat Ukraina karena ada Covid-19, ada kenaikan harga komoditas karena embargo bahan pangan dan harga minyak juga tidak terkendali dan itu bisa kita kendalikan dengan mekanisme yang ada. Kita jaga supply chain, kita jaga pasar ekspor, kemudian kita juga menggunakan APBN sebagai shock absorber,” ungkapnya.
Sebagai informasi, mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Jumat, 19 April 2024, Kurs rupiah spot ditutup melemah 0,50 persen ke level Rp16.260 per dolar AS. Senada, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup turun 0,63 persen ke level harga Rp16.280 per dolar AS.