Bagikan:

JAKARTA – Dugaan tindakan koruptif yang dilakukan oleh dua pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dengan menerima suap perlahan mulai terkuak.

Sikap tidak terpuji yang membuat geram Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani itu jelas sangat bertolak belakang dengan semangat pemerintah yang tengah pontang-panting menghimpun pendapatan di tengah situasi sulit pandemi.

Bahkan saking jengkelnya, Menkeu mencap tindakan dua anak buahnya tersebut sebagai seorang penghianat.

Berdasarkan penelusuran, dua pejabat pajak atau anak buah Srimulyani yang sudah menyandang status tersangka adalah 

Angin Prayitno Aji selaku Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak serta Dadan Ramdani selaku Kepala Subdirektorat Kerjasama dan Dukungan Pemeriksaan pada Ditjen Pajak.

Keduanya diduga menerima suap dari beberapa konsultan dan kuasa pajak di sejumlah perusahaan. Informasi ini diketahui berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kasus dugaan suap penurunan nilai pajak terhadap wajib pajak di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. 

Dalam surat itu tercantum tanda tangan Ketua KPK Firli Bahuri. Dalam surat itu juga disebutkan KPK sejak 4 Februari telah melakukan penyidikan kasus korupsi.

Dalam sprindik disebutkan Angin dan Dadan menerima hadiah atau janji dari Ryan Ahmad Ronas, Aulia Imran Maghribi selaku konsultan pajak PT Gunung Madu Plantations, serta Veronika Lindawati selaku kuasa wajib pajak PT Bank Pan Indonesia, dan Agus Susetyo selaku konsultan pajak terkait pemeriksaan pajak PT Jhonlin Baratama. 

Dikonfirmasi beredarnya SPDP tersebut,  Plt Jubir KPK Ali Fikri belum dapat membenarkan surat itu diterbitkan oleh lembaga antikorupsi. Ali mengaku akan memeriksanya terlebih dahulu. 

"Saya cek dulu," kata Ali saat dikonfirmasi, Jumat, 5 Maret.

Lantas seberapa besar harta dan kekayaan Angin Prayitno Aji dan Dadan yang disinyalir melakukan praktik rasuah?

Berdasarkan penelusuran VOI di laman resmi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Angin disebutkan terakhir kali melaporkan kekayaannya kepada negara pada pada Februari 2020 dengan jabatan Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian Ditjen Pajak. Saat itu dia menginformasikan bahwa harta yang dimiliki bertotal Rp18,62 miliar.

Angka tersebut terdiri dari Rp14,92 miliar tanah dan bangunan (rumah) yang tersebar di tiga lokasi di Jakarta, dua di wilayah Jakarta Timur dan satu lainnya di kawasan Jakarta Selatan.

Kemudian, dia juga tercatat memiliki tiga mobil dengan jumlah nilai Rp364,4 juta. Lalu, harta bergerak lain Rp1,09 miliar, kas dan setara kas Rp2,21 miliar, serta harta lainnya Rp23,3 juta tanpa catatan utang.

Adapun, Dadan Ramdan terakhir kali melaporkan kekayaannya kepada KPK pada 27 Februari 2020 untuk periode kepemilikan 2019. Kala itu jabatan yang diembannya sebagai Kepala Bidang Data dan Pengawasan Potensi Perpajakan Kanwil DJP Jakarta Pusat.

Total kekayaannya disebutkan senilai Rp953,03 juta. Besaran harta itu berupa sebidang tanah seluas 2.050 meter persegi di Cirebon dan Rumah di Kuningan dengan jumlah Rp370 juta.

Lalu, satu unit mobil Rp200 juta, harta bergerak lain Rp35,9 juta, serta kas dan setara kas Rp347,13 juta tanpa catatan utang.

Menkeu Sri Mulyani sendiri memastikan bahwa kedua oknum pegawai Ditjen Pajak itu kini telah

berstatus nonaktif.

“Agar memudahkan proses penyidikan oleh KPK, yang bersangkutan telah mengundurkan diri dan sedang diproses dari sisi administrasi ASN (aparatur sipil negara),” tegasnya.