Bagikan:

JAKARTA - Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto memaparkan sejumlah kendala yang dihadapi SKK Migas dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di hulu migas Indonesia.

Dwi mengatakan, sebelumnya dalam APBN 2023 ditetapkan target lifting minyak sebesar 660 ribu BOPD namun pada perjalanannya terjadi kechnical gap dengan masuknya beberapa proyek yang tertunda sehingga KKKS menetapkan target dalam Work Program and Budget (WP&B) sebesar 621 ribu BOPD.

"Ternyata kita hadapi problem entry rate yang berkurang 5400 barel per hari. Adanya proyek yang delay menyebabkan berkurangnya 6100 bopd, kemudian ada beberapa peralatan yang stop down time baik planed atau unplaned berkurang 7.400 bopd," ujar Dwi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI, Rabu 13 Maret.

Dwi menambahkan, selain itu terdapat work problem contribution yang berada di bawah target, pengeboran yang tidak tercapai sehingga lifting minyak berkurang sebanyak 4700.

Kemudian terdapat safety stand down selama satu bulan sehingga lifting migas kembali mengalami penurunan sebanyak 3000 BOPD.

"Kemudian ada beberapa tempat yang low demand karena kemampuan produksinya tidak bisa dioptimalkan dan di saat yang sama meskipun itu gas tapi ada kondensat yang menyertainya. Tapi ada upaya yang dilakukan dengan berbagai optimalisasi sehingga mengangkat dan menambah 12.800 bopd," beber Dwi.

Kemudian untuk gas, target APBN ditetapkan sebesar 6160 MMSCFD, namun dalam WP&B ditetapkan sebesar 5569 MMSCFD dengan mempertimbangkan aspek teknis dan beberapa proyek yang tertunda.

"Tapi masih ada tambahan production 364 mmscaf sehingga jadi 5376 MMSCAF.," sambung Dwi.

Terkait isu safety stand down, Dwi menyebut hal ini terjadi seluruh wilayah Pertamina selama 4 bulan yang mengakibatkan tertundanya kegiatan pengeboran dan baru dimulai kembali pada April 2023.

Isu lain yang dihadapi KKKS adalah pengadaan lahan, perizinan dan finansial. Adapun kendala pembebasan lahan di wilayah Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) mialnya di Pertamina Hulu Rokan.

Selanjutnya kendala ketersediaan rig. Dikatakan Dwi, banyak rig yang on hired berada dalam kondisi cold stack terutama rig on ore. Selain itu proses internal di KKKS Gross Split juga menyebabkan proses pengadaan terhambat.

"Ini sempat terjadi sehingga pelan-pelan kita coba undang potensi rig dari luar negeri untuk bisa dipakai di Indonesia sementara sampai ada produksi dalam negeri yang bisa menggantikan," pungkas Dwi.