JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali berencana untuk menarik pajak wisata alias retribusi kepada wisatawan asing atau turis sebesar Rp150.000. Aturan baru ini direncanakan mulai berlaku pada Rabu, 14 Februari 2024 mendatang.
Terkait hal itu, Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Haryadi Sukamdani menilai, bahwa mekanisme yang bakal diterapkan di Bali itu tidak tertata dengan baik.
"Menurut pandangan kami mekanisme ke Bali ini tidak tertata dengan baik sebagai suatu instrumen perpajakan secara keseluruhan. kenapa terjadi di Bali seperti itu? karena provinsi Bali itu merasa bahwa mereka tidak mendapatkan pendapatan atas kegiatan pariwisata," ujar Haryadi kepada wartawan di kantor Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 7 Februari.
Dia pun menilai, bahwa aturan tersebut perlu diatur ulang. Sebab, dikhawatirkan nantinya ada provinsi lain di Indonesia yang mengikuti.
"Seharusnya diatur lebih baik ke depan karena kalau seperti itu kami khawatirkan semua daerah akan menambah tambahan lagi. Jadi, untuk menurut kami itu tidak bagus ke depannya," kata dia.
Lebih lanjut, Haryadi menilai bahwa pungutan itu dinilai sebagai tourism fund atau dana khusus pariwisata. Namun, GIPI melihat retribusi wisman sebagai badan layanan hukum umum. Dengan kata lain, semua dana promosi akan dihimpun dari sana.
BACA JUGA:
"Nanti kalau Bali bikin, daerah lain (ikut) bikin dengan berbagai alasannya. Itu nanti akan tidak menguntungkan," tuturnya.
Hingga saat ini, lanjut Haryadi, pihaknya masih mendiskusikan soal retribusi tersebut dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).
"Kami sedang bahas di internal GIPI dan juga sudah kami komunikasikan dengan Kemenparekraf untuk ke depannya," imbuhnya.