Bagikan:

JAKARTA - Para pengusaha layanan SPA menolak pengenaan pajak hiburan sebesar 40 hingga 75 persen dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

Ketua Umum Indonesia Spa Wellness Association (IWSPA) Yulia Himawati menyampaikan, pihaknya meminta pemerintah menerapkan pajak 0 persen terhadap industri layanan spa.

"Kami menyarankan dalam preriode tertentu bisa di angka 0 persen dan setelah berkembang pesat baru dikenakan pajak sebagaimana mestinya," ujarnya dalam keterangan resminya, Jumat, 19 Januari.

Menurut Yulia, untuk menerapkan standard spa wellness yang telah ditentukan oleh pemerintah tidak mudah karena membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sehingga jika ditambah beban pajak yang tinggi, tentu akan berdampak pada Kesehatan finansial pelaku usahanya.

Selain itu, Yulia meminta agar usaha spa wellness yang sesuai standar dari pemerintah hendaknya mendapat insentif pajak khusus untuk bisa berkembang membangun ekonomi bangsa.

Yulia juga menyampaikan industri spa juga turut meningkatkan keterampilan pekerja dengan kegiatan-kegiatan sertifikasi bagi terapis.

Sehingga, masyarakat yang sudah tersertifikasi bisa lebih mudah mendapatkan pendapatan yang lebih layak.

Oleh karena itu, Yulia sangat menyayangkan langkah pemerintah yang mengenakan pajak tinggi pada industri spa.

Apalagi seharusnya layanan SPA bukan dikategorikan industri hiburan.

Pasalnya, jasa SPA lebih tepat dikelompokkan berbeda dari kegiatan usaha hiburan atau rekreasi sebagaimana yang diatur di dalam UU Pariwisata.

Apalagi secara definisi SPA memang bukan bagian dari aktivitas hiburan melainkan perawatan Kesehatan.

Selain itu, SPA juga merupakan bagian dari wellness sebagai payung besarnya.

Itu sebabnya, lebih tepat disebut sebagai SPA Wellness, yang tujuannya mencakup Kesehatan promotion dan prevention.

Yulia menambahkan, hal ini diperkuat dengan tercakupnya SPA sebagai salah satu Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan yang diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 2 Tahun 2023.

Beleid tersebut mendefinisikan SPA sebagai terapi dengan karakteristik tertentu yang kualitasnya dapat diperoleh dengan cara pengolahan maupun alami.

Yulia meminta kepada pemerintah untuk segera meninjau kembali, ketentuan mengenai pengelompokan SPA sebagai bisnis hiburan.

Jika dibiarkan, ia khawatir akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam kegiatan usaha di Indonesia.