Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan merespons soal polemik kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) jasa hiburan sebesar 40-75 persen.

Luhut menyebut, pemerintah akan menunda pelaksanaan undang-undang tersebut setelah mengadakan pertemuan dengan pihak-pihak terkait, termasuk salah satunya Gubernur Bali.

"Memang saya justru sudah dengar itu saat saya di Bali kemarin dan saya langsung kumpulkan instansi terkait masalah itu, termasuk pak gubernur Bali dan sebagainya. Jadi, kami mau tunda saja dulu pelaksanaannya," ujar Luhut dalam keterangan video pada akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan dikutip Kamis, 18 Januari.

Dia menilai, Undang-Undang tersebut bukan berasal dari pemerintah, melainkan dari Komisi XI DPR-RI. Oleh karena itu, Luhut menyebut uji materi atau judicial review yang diajukan sejumlah pihak juga nantinya akan jadi bahan pertimbangan pemerintah dalam penerapan pajak hiburan.

"Jadi, bukan dari pemerintah ujug-ujug terus jadi begitu. Sehingga, kemarin kami putuskan ditunda, kami evaluasi dan kemudian juga ada judicial review ke Mahkamah Konstitusi, kan," katanya.

Menurut Luhut, kenaikan pajak itu akan berdampak pada banyak pihak, termasuk pedagang kecil. Dia bilang, ada banyak pekerja yang sumber penghasilannya bergantung pada penyedia jasa hiburan, baik skala kecil sampai menengah.

Oleh karena itu, Luhut menilai belum ada urgensi untuk menaikkan pajak sebenarnya.

"Ini banyak sekali lagi dampak (impact) pada yang lain, orang yang menyiapkan makanan, jualan dan lain sebagainya. Saya kira, saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kami menaikkan pajak dari situ," imbuhnya.

Adapun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana mengadakan pertemuan dengan pelaku usaha guna mendiskusikan pajak barang jasa tertentu (PBJT) untuk kesenian dan hiburan atau pajak hiburan, bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 ditetapkan bahwa spa dan karaoke termasuk jenis pajak hiburan yang dikenakan tarif batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen, sama dengan jenis pajak diskotek, kelab malam dan bar.

Besaran tarif itu mempertimbangkan jenis hiburan tersebut hanya dinikmati oleh golongan masyarakat tertentu, sehingga pemerintah menetapkan batas bawah guna mencegah perlombaan penetapan tarif pajak rendah demi meningkatkan omzet usaha.