JAKARTA - Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menyebut, ada sekitar empat mal di Jabodetabek yang akan dibuka sebelum Lebaran 2024.
Alphonzus menyebut, sebenarnya rencana pembukaan mal itu sudah dipersiapkan sejak awal 2023 lalu.
Namun, dia masih enggan bicara soal nama mal-mal yang akan buka tersebut, termasuk siapa saja pemiliknya.
"Akan banyak mal yang buka. Sebelum Lebaran ini saja, di Jabodetabek mau buka 3-4 mal," ujar Alphonzus dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 18 Januari.
Dia mengatakan, meskipun rencana pembukaan mal baru itu dilakukan, namun diprediksikan tingkat okupansi atau jumlah ritel yang membuka usahanya di mal turun jika dibandingkan sebelum pandemi COVID-19.
Tercatat jumlah peritel yang membuka tokonya sebelum pandemi COVID-19 mencapai sekitar 1.000 toko per tahun.
Bahkan, APPBI sendiri merevisi target okupansi mal untuk 2024 dari 90 persen menjadi 80 persen.
Menurut dia, revisi target itu dilakukan lantaran pemerintah merevisi kebijakan dan pengaturan impor ilegal yang membuat produk-produk ritel masuk ke Tanah Air menjadi diperketat.
Aturan itu tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 25 Tahun 2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor dengan mengubah pengaturan tata niaga impor dari post border menjadi border untuk 8 komoditas.
Dengan adanya pengetatan masuknya barang impor itu pun membuat banyak peritel yang mengeluh produk-produknya tertahan di luar negeri.
"APPBI yakin sebetulnya punya target yang optimistis di 90 persen pada 2024. Tapi, setelah melakukan berbagai diskusi dengan peritel salah satu masalahnya pembatasan impor. Barang-barang peritel yang tadinya mau mengisi mal-mal itu jadi tertunda karena barang mereka tertahan (aturan) pengetatan impor itu," ungkapnya.
BACA JUGA:
Alphonzus menilai, aturan pengetatan produk impor itu kurang efektif untuk melindungi produk lokal.
"Tanpa disadari, rencana pembatasan impor jika dikaji lebih lanjut bisa mengancam keberlangsungan industri ritel Indonesia karena yang ganggu produk lokal barang-barang ilegal," jelasnya.
"Banyak barang ilegal di online yang ganggu produk lokal. Masalahnya pemerintah memberi tindakannya bukan ke ilegal, tapi pembatasan impor. Sedangkan, impor resmi akan dipersulit. Yang terkena (dampaknya) kepala usaha ritel yang mereknya jelas, prosesnya jelas, bayar pajak jelas. Namun, ini dibatasi," imbuhnya.