JAKARTA - Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menargetkan rata-rata tingkat keterisian toko atau okupansi pusat perbelanjaan atau mal dapat mencapai 90 persen di tahun ini. Tapi, target ini sulit dicapai lantaran pengusaha enggan membuka toko-toko baru.
Ketua Umum APPBI Alphonsus Widjaja mengatakan rata-rata okupnasi mal secara nasional sebelum pandemi COVID-19 berada di angka 90 persen. Kemudian, menurun sekitar 20 persen karena pandemi COVID-19 jadi hanya di sekitar 70 persen.
Tingkat okupansi mal ini, sambung Alphonsus, menbaik di akhir 2023 dengan angka 80 persen. Namun, kata dia, memasuki awal tahun 2024 mencul kekhawatiran lantaran pengusaha-pengusaha ritel dalam rencana bisnisnya tidak memasukan rencana untuk membuka toko baru.
“Jadi banyak sekali pengusaha ritel yang Tbk, yang public company, bahkan ada yang sama sekali tidak menanrgetkan buka toko baru di 2024. Jadi kami di pusat belanja cukup khawatir atas kondisi dan situasi ini,” katanya dalam konferensi pers di acara munas Hippindo, di Jakarta, Selasa, 16 Januari.
Menurut Alphonsus, penundaan pembukaan toko-toko baru menjadi ancaman bagi keberlangsungan industri pusat perbelanjaan dalam negeri. Untuk mencapai okupnasi 90 persen di 2024 ini, diperlukan kenaikan jumlah tenant.
Alphonsus mengatakan maraknya impor ilegal menjadi salah satu faktor yang melatarbelangi pengusaha enggan membuka mal atau pusat perbelanjaan baru. Kondisi ini diperparah dengan perlakuan pemerintah pada perdagangan online dan offline.
Menurut dia, sebagian barang yang dijual secara online merupakan barang impor ilegal. Sementara, pengenan pajak pun dibedakan antara pedagang online dan pedagang offline. Kondisi ini semakin sulit dengan terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023.
“Jadi kembali lagi, kami khawatir di 2024 akan terjadi stagnasi di industri usaha ritel karena dua kategorinya terganggu impor maupun produk dalam negerinya terganggu,” jelasnya.