Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengakui masih maraknya pakaian bekas impor di pasaran. Hal ini membuat pelaku UMKM resah.

"(Pakaian bekas impor) itu mulai muncul lagi, beberapa UMKM kami di sektor konveksi itu sudah mulai ada keluhan," ujar Teten di kantor Kemenkop UKM, Jakarta, dikutip Selasa, 20 Februari.

Teten menilai, seharusnya pakaian bekas impor sudah tidak lagi menyerang pasar dalam negeri.

Sebab, Kemenkop UKM sebelumnya telah berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Bareskrim Polri dalam memberantas pakaian bekas impor ilegal.

"Mestinya enggak lah karena, kan, sudah ada koordinasi dengan Kemendag, Kemenperin dan Bareskrim. Jadi, kami akan coba koordinasikan ke depan," katanya.

Meski begitu, Teten tak menyebut secara gamblang pelaku UMKM di daerah mana yang sudah mulai menyuarakan keluhannya dengan masih maraknya pakaian bekas impor ilegal di pasaran.

Berdasarkan catatan VOI, pakaian bekas impor ilegal ini tak hanya menggangu pelaku UMKM saja, tetapi sudah berimbas kepada dampak okupansi di pusat perbelanjaan Indonesia.

Pasalnya, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) menyebut, okupansi pusat belanja dapat kembali menjadi 90 persen di 2024 ini bila impor ilegal yang mengganggu iklim perdagangan di dalam negeri dapat dibasmi oleh pemerintah.

"Sebetulnya yang mengganggu produk lokal itu adalah barang-barang ilegal. Banyak barang ilegal, baik itu di online maupun yang masuk langsung, seperti pakaian bekas dan sebagainya itu yang mengganggu produk lokal," ujar Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja saat jumpa pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, dikutip Jumat, 19 Januari.

Alphonzus mengungkapkan, okupansi pusat belanja sebelum pandemi COVID-19 mencapai 90 persen, lalu turun 20 persen menjadi 70 persen selama pandemi COVID-19.

Begitu status pandemi dicabut, peritel pun optimistis tingkat okupansi akan terus membaik.

Terbukti dengan okupansi di 2023 yang meningkat menjadi 80 persen dan ditargetkan kembali mencapai 90 persen pada tahun ini.

Peningkatan okupansi juga diiringi dengan pembukaan sejumlah mal yang ditargetkan sebelum Lebaran 2024.

Meski begitu, Alphonzus menyebut, target peningkatan okupansi dan pembukaan pusat belanja baru terancam tak tercapai akibat maraknya produk ilegal yang terus bertambah.