Badan Pangan Jelaskan Alasan Indonesia Perlu Impor 2 Juta Ton Beras Tahun Ini
Kepala NFA Arief Prasetyo Adi. (Foto: Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) menugaskan Perum Bulog untuk melakukan impor beras sebesar 2 juta ton beras di tahun ini.

Impor ini dilakukan untuk pemenuhan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang ada di Bulog.

Sekadar informasi, penugasan impor kepada Perum Bulog telah dilakukan selama tiga tahun berturut-turut.

Rinciannya, pada tahun 2022 keran impor dibuka sebanyak 500.000 ton.

Kemudian, di 2023 pemerintah membuka kembali keran impor sebanyak 2 juta dan kuota impor tambahan sebanyak 1,5 juta ton.

Sementara di 2024, rencananya impor akan dibuka sebanyak 2 juta ton.

Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengatakan, kebijakan tersebut merupakan alternatif pahit yang harus ditempuh dalam kondisi produksi padi nasional yang tengah mengalami penurunan akibat perubahan iklim El Nino yang terjadi di 2023.

Akibatnya, sambung Arief, dampak perubahan iklim El Nino ini dirasakan beberapa bulan setelahnya, sehingga awal 2024 ini terjadi defisit bulanan neraca beras.

Mengacu pada data BPS, Arief mengatakan, diperkirakan bahwa Indonesia akan mengalami defisit beras pada Januari-Februari 2024.

Minus tersebut pada Januari 2024 diperkirakan sebesar 1,61 juta ton dan pada Februari 2024 sebesar 1,22 juta ton. Total defisit beras 2,83 juta ton.

Lebih lanjut, Arief mrngatakan bahwa kondisi tersebut dapat menyebabkan eskalasi harga beras, sehingga perlu ada antisipasi. Alhasil, pemenuhan CBP lewat impor menjadi solusinya.

“Importasi ini merupakan alternatif pahit, tapi harus kita lakukan. Kita sama-sama ketahui kondisi produksi padi nasional menurun akibat dampak climate change dan El Nino,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa, 16 Januari.

Apalagi, sambung Arief, sesuai penugasan, stok CBP yang ada di Perum Bulog ditetapkan minimal harus ada sebanyak 1 juta ton. CBP ini disiapkan untuk intervensi Pemerintah bila terjadi kekurangan beras dan stabilisasi harga.

“Beras yang berasal dari importasi pun kita jadikan sebagai penguatan stok CBP,” tuturnya.

Sepanjang 2023, kata Arief, stok CBP berhasil terjaga selalu di atas 1 juta ton. Dengan kondisi stok yang mumpuni tersebut, CBP digelontorkan ke masyarakat melalui program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) dalam bentuk operasi pasar dan Gerakan Pangan Murah (GPM), serta penyaluran bantuan pangan beras kepada lebih dari 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM).

Arief juga bilang adanya importasi beras tidak mempengaruhi penurunan harga di tingkat petani. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan indeks Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP). Perubahan positif yang signifikan dari NTPP ini biasa digunakan untuk melihat kesejahteraan petani.

“Sampai sekarang harga di petani selalu kita jaga, agar tidak jatuh terlalu dalam. Kami di Badan Pangan Nasional selalu berupaya menjaga keseimbangan harga mulai dari produsen sampai konsumen. Importasi beras tidak banyak mempengaruhi harga di tingkat petani,” katanya.

“Jika nanti Kementan (Kementerian Pertanian) telah berhasil wujudkan produksi beras lebih dari 2,5 juta ton dalam sebulan, kita harapkan harga beras mulai turun,” sambungnya.