Pada Perdagangan Terakhir 2023, Rupiah Berpotensi Menguat Seiring Pelemahan Indeks Dolar AS
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan terakhir pada tahun 2023 diperkirakan akan kembali bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring pelemahan Indeks dolar AS akibat fokus pasar terkait penurunan suku bunga.

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Kamis 28 Desember, Kurs rupiah spot menguat 0,08 persen ke Rp15.418 per dolar AS.

Sementara kurs rupiah Jisdor ditutup melemah tipis 0,01 persen ke level harga Rp15.416 per dolar AS.

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan Indeks dolar yang mengukur mata uang AS terhadap enam mata uang rivalnya, jatuh ke level terendah baru dalam lima bulan di 100,76.

"Indeks ini berada di jalur penurunan sebesar 2,6 persen tahun ini, menghentikan kenaikan kuat selama dua tahun berturut-turut," jelasnya dalam keterangan resminya, dikutip Jumat 29 Desember.

Selain itu, fokus investor tetap tertuju pada waktu penurunan suku bunga Federal Reserve, dengan pasar memperkirakan peluang penurunan suku bunga sebesar 88 persen pada bulan Maret 2024, menurut alat CME FedWatch.

Kontrak berjangka menyiratkan lebih dari 150 basis poin pelonggaran The Fed tahun depan.

Ibrahim menyampaikan pihaknya masih percaya bahwa perubahan kebijakan menuju pelonggaran pada bulan Maret terlalu dini dan ada potensi kenaikan dolar jika dan ketika tindakan tersebut tidak terwujud.

Meskipun The Fed secara tidak terduga mengambil sikap dovish pada pertemuan bulan Desember, namun bank sentral besar lainnya termasuk Bank Sentral Eropa (ECB) tetap mempertahankan sikap mereka untuk mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.

Namun, pasar masih memperhitungkan penurunan suku bunga ECB sebanyak 165 basis poin pada tahun depan.

Selain itu, investor memperkirakan Bank of England tidak akan mampu menurunkan suku bunga sebanyak yang dilakukan The Fed dan ECB, mengingat inflasi di Inggris semakin tinggi.

Hal ini telah memperlebar kesenjangan antara imbal hasil obligasi Inggris dan imbal hasil obligasi AS dan Eropa, membuatnya terlihat lebih menarik.

Dari sisi internal, para ekonom begitu optimistis tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2024, bahkan bisa mencapai 5,2 persen.

Namun, ada juga ekonom yang menganggap bahwa pertumbuhan ekonomi di tahun 2024 ada potensi terjadi stagnasi,bahkan mungkin sedikit melambat walaupun tidak besar.

Menurut Ibrahim, faktor utama yang menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah perlambatan ekonomi global. Hal tersebut terlihat dari melemahnya permintaan ekspor Indonesia, terutama dari China, Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan, sehingga ekonomi tidak bertumbuh tinggi.

Selain itu, faktor domestik yang memengaruhi ialah daya beli masyarakat Indonesia yang melemah, yang juga menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekonomi.

Walaupun pemerintah menyiapkan bantuan sosial untuk masyarakat untuk menjaga daya beli, nilai bansos yang diberikan kepada masyarakat itu tidak cukup untuk meningkatkan daya beli.

Oleh karena itu,ada beberapa kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5 persen pada tahun depan. Pertama, pemerintah perlu memperkuat ekonomi domestik dengan mengurangi impor dan meningkatkan ekspor ke negara-negara yang pertumbuhan ekonominya masih bagus.

Kedua, pemerintah perlu meningkatkan daya beli masyarakat melalui efektivitas bantuan sosial, penciptaan lapangan kerja, dan penyediaan fasilitas pendukung.

Ketiga, adanya momentum tahun politik pada 2024, pemerintah bisa memanfaatkan hal tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas lima persen.

Ibrahim memperkirakan, rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat pada perdagangan Jumat, 29 Desember dalam rentang harga Rp15.360- Rp15.440 per dolar AS.