JAKARTA - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membeberkan sejumlah strategi perseroan dalam mempertahankan harga jual nikel yang belakangan terus mengalami penurunan.
Chief Financial Officer (CFO) Vale Indonesia, Bernardus Irmanto mengakui jika harga jual nikel tengah mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir hingga 16 ribu dolar AS per ton. Meski harga jual mengalami penurunan, harga produksi juga ikut menurun. Dalam 3 bulan terakhir, biaya produksi turun hingga menyentuh 9 ribu dolar AS.
"Memang tren harga nikel saat ini sedang turun, bahkan menyentuh harga 16 ribu (dolar AS), tapi kalo unit cost kita juga dalam tren menurun bahkan di 3 bulan terakhir sudah berada di bawah 10 ribu, di 9ribu-an. Jadi kalo mau breakevent itu harga nikel harus ada sekitar 12-13 ribu," ujarnya dalam Konferensi Pers Public Expose Live 2023, yang dikutip kamis, 30 November.
Untuk itu ia mengatakan meski harga jual mengalami penurunan, margin INCO masih berada dalam zona aman karena ia juga memperkirakan harga nikel tidak akan jatuh hingga menyentuh 13 ribu dolar AS per ton.
"Saya tidak perkirakan harga nikel akan jatuh sedalam di bawah 13 ribu dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang ada saat ini," kata dia.
Meski demikian, lanjut Bernardus, INCO akan tetap berupaya melakukan efisiensi pada kegiatan produksi nikel sehingga unit biaya bisa dijaga di level yang tetap menguntungkan bagi perusahaan.
Ia menegaskan jika biaya produksi perseroan masih berada di level 10 ribu dolar AS dan sebanyak 25 persen masih disumbangkan oleh biaya energi.
BACA JUGA:
Untuk itu beberapa strategi yang dilakukan INCO antara lain mengoptimalkan blending energy resources dari minyak dan batu bara serta sumber energi lainnya.
"Segala macam kami coba optimalkan," imbuh dia.
Kedua, INCO juga secara bertahap akan mengurangi konsumsi energi dan akan terus diukur dari waktu ke waktu.
Sementara strategi terakhir adalah mendapat sumber energi lain yang lebih kompetitif.
"Dari tiga inisiatif ini kami harap biaya produksi terutama energi yang respresenting sekitar 30-35 persen dari biaya produksi bisa kami jaga dalam level efisiens sehingga margin yang ada bisa terjaga," pungkas Bernardus.