Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki buka suara terkait e-commerce dalam negeri yang secara perlahan mulai bangkrut, salah satunya seperti Bukalapak.

Hal itu menyusul lantaran adanya kritikan dari Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP Mufti Anam yang menyebutkan e-commerce dalam negeri mulai mengalami kebangkrutan lantaran sepi pembeli, yaitu Bukalapak.

Menurut dia, Bukalapak sudah kalah saing dengan Shopee, yakni e-commerce asal negara asing.

"Saya ini sekarang heran Shopee ini luar biasa, 'saya enggak tahu ya kenapa?' Padahal, kami punya e-commerce dalam negeri misalnya saja Bukalapak, ya, (bisa dibilang) mohon maaf hampir gulung tikar. Nah, kami punya yang masih bisa diselamatkan, yaitu Tokopedia," kata Anam dalam rapat kerja (raker) Komisi VI DPR RI dengan Kementerian Koperasi dan UKM di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis, 23 November.

Teten menilai, pihaknya telah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait beberapa hal, seperti adanya pengaturan platform digital dan pengaturan soal predatory pricing.

"Saya sudah usulkan ke pak presiden dalam rapat kabinet pascapengaturan TikTok Shop, kita harus meniru China karena di China saya kira sudah ada pengaturan bahwa platform digital di E-commerce itu nggak boleh ada yang memonopoli market. Kalau 20-30 persen itu satu hal yang wajar, tapi kalau ada yang menguasai 70-80 persen market itu bisnis yang tidak berkelanjutan (sustainable)," ujar Teten saat ditemui usai acara Cerita Nusantara 2023 di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa, 28 November.

"Yang perlu diatur selanjutnya itu adalah larangan melakukan predatory pricing. Larangan adanya penjualan barang di e-commerce yang di bawah HPP. Kami lihat di China, modelnya seperti itu," tambahnya.

Dia mengaku, bahwa selama ini persaingan bisnis di e-commerce semata-mata hanya untuk memperbesar market share atau valuasi bisnis masing-masing, sehingga berbagai cara dilakukan. Salah satunya adalah dengan menjual produk yang sangat murah atau dikenal dengan predatory pricing.

"Bahkan, dari platform global ada produknya dari luar, sudah dumping lalu di dalam negeri disubsidi lagi oleh platformnya. Sehingga, kalau kami biarkan terus bakar uang (burning money) untuk meningkatkan valuasi bisnis, market share mereka, ini pasti bukan bisnis model yang berkelanjutan. Oleh karena itu, harus diatur," tuturnya.

Sebab, kata Teten, kalau misalnya cara bakar uang dalam persaingan di e-commerce untuk memperbesar market share itu nantinya akan menimbulkan dampak yang negatif, seperti memukul e-commerce itu sendiri, atau akan terjadi monopoli pasar digital oleh salah satu platform dengan kekuatan kapital yang sangat besar.

"Tapi, di sisi lain bisa juga memukul para pelaku UMKM, memukul para pedagang offline. Jadi, dua hal itu yang harus (diatur)," imbuhnya.

Saat ditanyai lebih lanjut mengenai kapan peraturan terkait hal tersebut akan segera direalisasikan, Teten menyebut hingga saat ini masih dalam pembahasan. "Ini masih dalam pembahasan di pemerintah," imbuhnya.