Prabowo Janji Stop Impor BBM, Bagaimana Caranya? Ini Pendapat Ekonom
Ilustrasi Prabowo Subianto. (Dok. ANTARA)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Calon Presiden sekaligus Capres Prabowo Subianto berjanji jika ia menang di Pilpres 2024, ia akan berhenti mengimpor bahan bakar minyak (BBM). Terkait Prabowo janji berhenti impor BBM, masyarakat perlu tahu bagaimana cara serta pendapat ekonom terkait program tersebut.

Prabowo Janji Berhenti Impor BBM

Janji Prabowo untuk menjalankan program swasembada pangan hingga energi ia ungkap dalam acara Dialog Publik Muhammadiyah Bersama Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

"Kita harus swasembada pangan, swasembada air, swasembada energi," kata Prabowo yang disiarkan melalui kanal YouTube Universitas Muhammadiyah Surabaya, Sabtu, 25 November.

Menurut Prabowo, program tersebut tidak disusun dengan asal melainkan telah dihitung oleh pakar di koalisinya. Menurutnya, Indonesia sangat kaya dengan energi dari tumbuh-tumbuhan yang bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar nabati atau biofuel. Jika produksi biofuel bisa ditingkatkan maka impor BBM bisa dikurangi. Bahkan, Prabowo menilai bahwa seluruh BBM bisa diganti seluruhnya jadi biofuel.

Tanggapan Ekonomi Terhadap Janji Stop BBM Prabowo

Menanggapi janji yang diberikan oleh Capres Prabowo, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai janji itu sulit untuk diwujudkan, terlebih bahwa impor bahan bakar minyak RI jumlahnya sangat besar.

Berdasarka catatan Bhima, impor BBM Indonesia per Januari hingga Oktober 2023 mencapai 16,8 miliar dollar Amerika Serikat.

"Itu angka yang cukup fantastis, sangat besar. Jadi menggantikan itu tidak bisa dalam 5 tahun ke depan," kata Bhima, dikutip dari Tempo, Senin, 27 November.

Menurut Bhima, jika Pemerintah mengganti BBM dengan biofuel justru akan memicu masalah baru lainnya. Bhima mencontohkan kejadian tahun lalu ketika Pemerintah mendorong penggunaan biodiesel B35.

Upaya tersebut menimbulkan tarik-menarik antara kebutuhan minyak sawit untuk bahan bakar dengan kebutuhan pangan. Kejadian tersebut, menurut Bhima, bisa kembali terjadi jika ambisi Pemerintah tetap mendorong CPO untuk biodiesel maupun tebu bagi etanol.

"Langkah itu harus benar-benar diatur agar tidak menimbulkan tarik menarik kebutuhan masyarakat akan harga pangan yang stabil, harga minyak goreng dan gula yang stabil," demikian kata Bhima.

Jika Pemerintah menargetkan bauran energi baru dari biodiesel yang terus besar, dikhawatirkan akan berdampak pada harga pangan di masa depan.

Selain itu Bhima juga menyoroti kemungkinan bertambahnya proyek pembukaan lahan hutan demi mencukupi kebutuhan penanaman tanaman energi. Kebijakan itu akan berdampak pada deforestasi, yakni pengubahan area hutan jadi lahan tak berhutang secara permanen untuk keperluan yang berhubungan dengan manusia.

Bhima juga menekankan penghitungan emisi yang perlu dipertimbangkan Pemerintah tidak hanya dari peralihan BBM ke biodiesel, namun emisi yang bersumber dari semua rantai pasokan. Karena ketika deforestasi terjadi, maka emisi juga ikut tinggi.

"Meskipun lebih rendah dari BBM, tapi prosesnya itu pun harus diperhatikan," kata Bhima.

Jangan sampai, kata Bhima, niat Pemerintah untuk menekan impor BBM justru memicu adanya emisi yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Seperti diketahui, Indonesia memang jadi salah satu negara pengimpor minyak. Hal itu dilakukan lantaran kebutuhan minyak nasional terus naik sedangkan produksi minyak dalam negeri tak bisa menutup kebutuhan.

Konsumsi BBM nasional RI sendiri berkisar antara 1,4 juta hingga 1,6 juta barel tiap harinya. Sedangkan produksi minya nasional hanya mencapai 600.000 hingga 700.000 barel per hari.

Itulah informasi terkait Prabowo janji stop impor BBM. Kunjungi VOI.ID untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.