JAKARTA - Ketua Tim Pelaksana Satuan Tugas Transisi Energi Nasional, Rachmat Kaimuddin buka suara soal kemungkinan pendanaan Transisi Energi Berkeadilan (Just Energy Transitions Partnership (JETP) menjadi jebakan utang untuk Indonesia.
Rachmat memastikan, pendanaan tersebut tidak akan menjadi jebakan utang buat Indonesia.
"Kalau dari kami, kita pasti akan menjaga supaya jangan sampai nanti kita dipaksa melakukan sesuatu yang kita tidak butuhkan," ujar Rachmat Kaimuddin saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Selasa, 21 November.
Untuk informasi, dikutip dari dokumen Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP) yang dirilis oleh Pemerintah Indonesia bersama JETP, Indonesia membutuhkan pendanaan setidaknya sebesar 97,3 miliar dolar AS atau setara dengan Rp15 kuadriliun untuk menghijaukan sistem ketenagalistrikan on-grid di Indonesia hingga 2030.
Rachmat menambahkan, untuk memastikan agar tidak menjadi jebakan, pemerintah hanya akan membangun infrastruktur sesuai dengan kebutuhan dalam negeri.
"Jadi menurut kami sih selama ini bukan ibaratnya kita jangan bikin sesuatu yang kita nggak perlu. Nah itu yang perlu kita ini, atau jangan bikin sesuatu yang nggak produktif. Itu yang perlu kita jaga di sini. Selama untuk kebutuhannya produktif, menghasilkan nilai tambah, ya nggak apa-apa pakai utang, tapi kalau enggak, ya jangan," beber Rachmat.
BACA JUGA:
Ia mengakui jika pembangkit listrik penting untuk memenuhi kebutuhan energi industri dalam negeri.
Apalagi untuk membangun pembangkit listrik hijau dibutuhkan pendanaan yang tidak sedikit dan bisa diperoleh melalui investasi.
"Kita kan sesuai dengan kebutuhan energi kita, kebutuhan industri kita, pasti kan butuh energi dan kalau butuh energi pasti butuh pembangkit. Kalau butuh pembangkit pasti butuh investasi. Dan biasanya investasi pasti ada utangnya, juga segala macam," pungkas Rachmat.
Untuk informasi, komposisi pendanaan JETP sendiri, terdiri atas pendanaan non-konsesi 1,59 miliar dolar AS, pendanaan konsesi 6,94 miliar dolar AS, investasi ekuitas 384,5 juta dolar AS, hibah dan bantuan teknis 295,4 juta dolar AS, penjaminan 75 juta dolar AS, penjaminan multilateral 2 miliar dolar AS, serta bentuk lainnya 270,3 juta dolar AS.