Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menolak memasukkan skema power wheeling pada RUU EBET yang tengah digodok Kementerian ESDM dan Komisi VII.

Ia menilai, skema power wheeling berupa penggunaan bersama transmisi listrik PLN (open acces) oleh swasta, apalagi swasta asing, melanggar konstitusi yang mengamanatkan bahwa cabang-cabang usaha yang penting dan strategis seperti ketenagalistrikan ini dikuasai oleh negara.

“Transmisi listrik ini kan sangat strategis dalam pembangunan nasional termasuk pertahanan keamanan, sehingga harus dalam pengendalian negara dalam hal ini BUMN PLN. Bila sektor transmisi ini dilepas kepada pihak swasta, dikhawatirkan menjadi tidak terkendali," ujarnya dalam Rapat Kerja dengan Menteri ESDM, yang dikutip Selasa, 21 November.

Ia menambahkan, sampai hari ini RI masih menganut sistem ketenagalistrikan yang terintegrasi (bundling) baik secara vertikal dari sisi pembangkitan, transmisi dan distribusi, maupun secara horizontal, dari sisi wilayah usaha, yang kesemuanya dikuasai oleh negara.

"PLN kan bersifat monopoli sebagai single buyer dan single seller, apalagi transmisi listrik yang secara alamiah bersifat monopolistik," kata dia.

Dalam UU Ketenagistrikan maupun dikuatkan oleh Keputusan MK, kata dia, bidang ketenagalistrikan harus dikuasai negara dalam arti kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengusahaan dan pengawasan dilakukan oleh negara melalui BUMN. Sehingga tidak boleh diliberalisasi.

Swasta berperan ketika negara secara keuangan, SDM, atau teknologi masih belum mampu melaksanakan hal tersebut.

"Bukan ujug-ujug kita meliberalisasi sektor transmisi ini," imbuh Mulyanto.

Mulyanto juga setuju untuk meningkatkan penggunaan listrik EBET menuju NZE, termasuk mengembangkan super grid transmisi antarpulau (Grid Nusantara) maupun smart grid sebagaimana direncanakan dalam RUPTL PLN 2024-2033, namun tidak meliberalisasi sektor transmisi listrik ini kepada pihak swasta, apalagi swasta asing.

"Sayang kalau gara-gara skema power wheeling tersebut RUU EBET yang sudah bagus ini mendapat penolakan dari masyarakat dan berujung di JR ke MK," katanya.