Bagikan:

JAKARTA - Neraca perdagangan Indonesia September 2023 mencatatkan surplus sebesar 3,42 miliar dolar amerika serikat (AS).

Sementara secara kumulatif pada Januari hingga September 2023, surplus neraca perdagangan tercatat mencapai 27,75 miliar dolar AS.

Dengan demikian, Indonesia telah mengalami surplus perdagangan selama 41 bulan berturut-turut.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus di tengah tren moderasi harga komoditas dan perlambatan kinerja pertumbuhan ekonomi global.

"Hal ini menunjukkan kinerja sektor eksternal Indonesia yang masih kuat dan akan terus kita jaga ke depannya”, ujarnya dalam keterangan resminya, Selasa, 17 Oktober.

Menurut Febrio, meskipun masih mencatatkan surplus, aktivitas perdagangan internasional Indonesia menurun sejalan dengan tren moderasi harga komoditas global serta perlambatan ekonomi di sejumlah negara mitra dagang utama.

Di antaranya harga beberapa komoditas ekspor utama Indonesia seperti minyak kelapa sawit, batu bara, dan nikel mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun lalu.

Di sisi lain, Bank Dunia memperkirakan bahwa harga komoditas global pada tahun 2023 akan termoderasi sebesar 21,2 persen dibanding tahun 2022 sebagai dampak dari meningkatnya tensi geopolitik dan pelemahan Tiongkok, sesuai laporannya dalam Commodity Market Outlook 2023.

Adapun, nilai ekspor pada September 2023 tercatat sebesar 20,76 miliar dolas AS mengalami kontraksi 16,17 persen (yoy) dari basis angka yang tinggi (high base) tahun lalu, utamanya pada sektor industri dan pertambangan. Secara kumulatif, nilai ekspor periode Januari hingga September 2023 mencapai 192,27 miliar dolar AS.

Sementara nilai impor Indonesia mencatatkan sebesar 17,34 miliar dolas AS atau turun 12,45 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Penurunan nilai impor terjadi pada bahan baku/penolong dan barang modal, sementara impor barang konsumsi masih tumbuh sebesar 4,74 persen (yoy).

Secara kumulatif impor periode Januari hingga September 2023 tercatat 164,52 miliar dolas AS.

Febrio mengatakan, penurunan nilai ekspor dan impor tidak hanya dialami Indonesia, melainkan juga terjadi pada banyak negara mitra dagang utama Indonesia, seperti Tiongkok, India, Amerika Serikat, Vietnam, dan Korea Selatan, sejalan dengan tren perlambatan ekonomi global.

Menurut Febrio, meskipun dari nilai ekspor terjadi penurunan, namun dari volume, ekspor Indonesia masih menunjukkan peningkatan sebesar 7,29 persen selama periode Januari hingga September 2023.

Di mana volume ekspor unggulan Indonesia, seperti bahan bakar mineral termasuk batu bara, minyak hewani atau nabati, besi baja, dan juga nikel masih meningkat yang cukup signifikan.

Febrio mengatakan, dalam menghadapi tantangan perlambatan global yang semakin kompleks, pemerintah tetap optimistis dan berkomitmen untuk mengatasi dampak dari perlambatan global.

Adapun salah satu strategi yang diterapkan adalah dengan memantau secara cermat dampak perlambatan global terhadap ekspor nasional.

“Pemerintah juga telah menyiapkan langkah antisipasi melalui dorongan terhadap keberlanjutan hilirisasi SDA, peningkatan daya saing produk ekspor nasional, serta diversifikasi mitra dagang utama,” tuturnya.