BPS Catat Penurunan Ekspor dan Impor, Begini Kata Ekonom
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Mohammad Faisal. (Foto: Dok. ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagang RI per September 2023 mengalami surplus sebesar 3,42 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau naik sebesar 0,3 miliar dolar AS secara bulanan.

Namun, meski masih surplus, nilai tersebut lebih rendah jika dibandingkan pada September 2022 yang mencapai 4,96 miliar dolar AS.

Disisi lain, nilai ekspor Indonesia pada September 2023 tercatat 20,76 miliar dolar AS atau turun 5,63 persen dibandingkan Agustus 2023 dan melemah 16,17 persen dibandingkan September 2022.

Sementara nilai impor tercatat sebesar 17,34 miliar dolar AS atau turun 8,15 persen secara bulanan atau melemah 12,45 persen secara tahunan.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, penurunan nilai ekspor pada komoditas seperti batu bara dan minyak kelapa sawit sudah bisa diantisipasi sejak pertengahan tahun 2022.

"Ketika dampak perang (Rusia-Ukraina) sudah bisa diantisipasi, ada pelemahan terhadap demand, sehingga batu bara dan minyak kelapa sawit menurun meski harga minyak kelapa sawit penurunannya tidak setajam batu bara," jelasnya kepada VOI, Senin, 16 Oktober.

Namun, Faisal melihat, harga batu bara dan minyak kelapa sawit saat ini masih berada di atas level dari pra pandemi.

Selain itu, meskipun saat ini terjadi perang antara Hamas dan Israel, tapi dampak kenaikan harga komoditas masih terlihat minim lantaran konflik hanya melibatkan kedua belah pihak.

Lain hal jika konflik Israel dan Hamas meluas ke beberapa negara sekitarnya, maka akan berakibat kenaikan pada harga komoditas.

"Kalau hanya melibatkan kedua belah pihak, kenaikan harga komoditas terutama minyak sawit masih kecil paling di 90 dolar AS per barel, tetapi jika konflik meluas dan mencakup ke negara-negara yang memiliki peran besar di energi seperti Iran itu akan berikan dampak besar bagi minyak dan batu bara," jelasnya

Faisal menambahkan, surplus neraca dagang di atas 3 miliar dolar AS berada di atas ekspektasi.

Namun, perlambatan impor lebih mengagetkan ekonom dan dinilai tidak sehat karena mencerminkan pelemahan ekonomi dalam negeri.

"Impor mengalami penurunan lebih tajam dari pada yang kita perkirakan dan ini bukan sesuatu yang bagus karena menggambarkan ekonomi domestik sedang ada masalah apalagi pada penurunan produksi seperti bahan baku untuk produksi," tutupnya