Bagikan:

JAKARTA - Di tengah pandemi COVID-19, Indonesia masih mencatatkan surplus neraca perdagangan 740 juta dolar Amerika Serikat (AS) pada Maret 2020. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada bulan tersebut, impor naik sebesar 15,6 persen dibanding bulan sebelumnya. Nilai impor pada bulan ini sebesar 13,35 miliar dolar Amerika Serikat. Sementara itu, persentase impor tahunan (yoy) mengalami penurunan sebesar minus 0,75 persen dari Maret 2019.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, impor Indonesia pada bulan Maret naik cukup signifikan karena impor nonmigas naik sebesar 19,83 persen month to month (mtm).

Suhariyanto kemudian merinci, secara sektoral nilai impor barang konsumsi naik 43,80 persen jika dibandingkan bulan sebelumnya, dan tumbuh 10,66 persen secara year on year (yoy) atau apabila dibandingkan Maret 2019. Kenaikan impor bulan ini sebesar 1,27 miliar dolar AS.

Salah satu barang konsumsi yang mengalami peningkatan impor ialah senjata dan amunisi, serta bagiannya. Kenaikannya mencapai 184,6 persen dibandingkan Februari 2020, dari 2,5 juta dolar AS menjadi 187,1 juta dolar AS. Sementara, dibandingkan Maret 2019 yang nilai impornya sebesar 2,1 juta dolar AS, kenaikannya juga signifikan, yaitu hingga 185 persen.

Suhariyanto mengatakan, golongan barang ini memang impor rutin dilakukan setiap tahun untuk kebutuhan pertahanan dan keamanan negara. "Kebetulan, 2020 jatuhnya di Maret," katanya, dalam siaran langsung di akun youtube BPS, Jakarta, Rabu, 15 April.

Kenaikan impor juga terjadi pada komoditas bawang putih. Impor dilakukan dari China, hal ini menjadi faktor pendorong pertumbuhan impor konsumsi. Dibandingkan dengan Februari 2020, nilai impor komoditas ini pada Maret 2020 mengalami kenaikan hingga 18,8 juta dolar AS. Secara volume, jumlahnya bertambah sampai 17 ribu ton.

Kemudian, lanjut Suhariyanto, beras juga menjadi komoditas yang mengalami kenaikan impor pada bulan ini. Nilainya naik 16,8 juta dolar AS, sementara volume naik 24.500 ton jika dibandingkan Februari. Indonesia mengimpor komoditas tersebut dari Thailand dan Vietnam.

Selain barang konsumsi, kata Suhariyanto, impor bahan baku atau penolong pun mengalami kenaikan menjadi 10,28 miliar dolar AS. Pertumbuhannya 16,34 persen dibandingkan Februari, dan 1,72 persen dibandingkan Maret 2019.

"Beberapa barang yang mengalami peningkatan adalah peralatan terkait portable receiver untuk handphone dan barang elektronik lain," jelasnya.

Di sisi lain, barang modal mengalami kontraksi. Pada bulan lalu, nilainya sebesar 1,80 miliar dolar AS yang tumbuh negatif 1,55 persen dibandingkan Februari 2020 dan negatif 18,07 persen dibandingkan Maret 2019.

Suhariyanto menjelaskan, peningkatan terbesar impor Indonesia berasal dari China yang naik hingga 1,0 miliar dolar AS sekitar 50,43 persen. "Recovery di sana cepat, sehingga impor kita dari China meningkat," tuturnya.

Selain China, negara lain seperti Taiwan menyumbang impor sebesar 143,1 juta dolar AS, disusul Amerika Serikat sebesar 125 juta dolar AS.

Ekspor Naik Tipis

Tak hanya impor, BPS juga mencatat ekspor Indonesia pada Maret mengalami kenaikan sebesar 0,23 persen dibanding bulan sebelumnya Februari. Ekspor Maret tercatat sebesar 14,09 miliar dolar AS. Sedangkan pada bulan sebelumnya ekspor sebesar 14,06 miliar dolar AS.

Sementara jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, nilai ekspor Maret justru tercatat alami penurunan yakni 0,2 persen. Di mana, periode Maret 2019, ekspor Indonesia tercatat 14,12 miliar dolar AS.

"Ekspor kita menunjukkan peningkatan meskipun tipis. Tetapi meningkat yaitu sebesar 0,23 persen dilihat dari komponennya di sana bisa dilihat bahwa selama bulan Maret ini ekspor Migas kita mengalami penurunan 16,29 persen harga," katanya.

Meski begitu, lanjut Suhariyanto, ekspor nonmigas Indonesia masih mengalami peningkatan 1,24 persen. Berdasarkan sektor, ekspor seluruh komponen hampir mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya. Di mana sektor pertanian tercatat sebesar 0,32 miliar dolar AS atau naik 6,10 persen secara month to month (mtm).

Kemudian, kenaikan lainnya juga terlihat dari pertambangan dan lainnya mencapai 1,98 miliar dolar AS atau naik 9.23 persen. Sementara itu, penurunan terjadi di sektor migas yang tercatat sebesar 0,67 miliar dolar AS atau turun minus 16,29 persen dibanding bulan Februari. Tak hanya itu, BPS mencatat, penurunan juga terjadi pada industri pengolahan yang tercatat sebesar 11,12 miliar dolar AS atau turun minus 0,20 persen.

Sementara itu, kata Suhariyanto, sektor nonmigas menyumbang sebesar 95,22 persen dari total ekspor Maret 2020. Di mana masing-masing sektor industri pengolahan berkontribusi sebesar 78,92 persen terhadap total ekspor, kemudian tambang, 14,05 persen, migas 4,78 persen dan pertanian 2,25 persen.